Saturday, August 26, 2017

Anamnesa Gangguan Sistem Muskuloskeletal




BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    Anatomi fisiologi sistem muskuloskeletal
Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal dengan unit-unit neuromuscular yang menggerakkannya, elemen tersebut juga berinteraksi untuk mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon, ligamen, rawan sendi, dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan sempurna. (Lukman: 2013).
Menurut Suratun (2008) Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, dan struktur pendukung lainnya (tendon, ligamen, fasia, dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja.
1.      Sistem Tulang
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan fungsi sistem muskuloskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
a.       Pembagian skeletal
Menurut Suratun (2008) Pembagian skeletal, yaitu
1)      Axial skeleton terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna vertebrae, tulang iga, tulang hioid sternum.
2)      apendikular skeleton  terdiri dari:
a)      Kerangka tulang lengan dan kaki
b)      Ekstremitas atas (skapula, klavikula, humerus, ulna, radial dan tangan (karpal, metakarpal, falang)
c)      Ekstremitas bawah (tulang pelvik1 femur, patch, tibia, fibula) dan kaki (tarsal, metatarsal, falang).

b.      Jenis Tulang
Menurut Suratun (2008)Jenis Tulang Ada empat jenis tulang, yaitu tulang panjang. tulang pendek, tulang pipih, dan tulang tidak beraturan.
1)      Tulang panjang
Tulang panjang (mis., femur, humerus) bentuknya silindris dan berukuran panjang seperti batang (dialisis) tersusun atas tulang kompakta dengan kedua ujungnya berbentuk bulat (epihsis) tersusun atas tulang kanselus. Tulang dialisis memiliki lapisan luar berupa tulang kompakta yang mengelilingi sebuah rongga tengah yang disebut kanal medial: yang mengandung sumsum kunig. Sumsum kuning terdiri lemak dan pembuluh darah, tetapi suplai darah atau eritrositnya tidak begitu banyak. Tulang epifisis terdiri dari tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah yang isinya sama seperti sumsum kuning dan dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta Bagian luar tulang panjang dilapisi jaringan fibrosa kuat yang disebut periosteum. Lapisan ini kaya dengan pembuluh darah yang menembus tulang. Ada tiga kelompok pembuluh darah yang menyuplai tulang panjang, terdiri dari:
a)      Sejumlah arteri kecil menembus tulang kompakta untuk menyuplai kanal dan sistem Harvers.
b)      Banyak arteri lebih besar menembus tulang kompakta untuk menyuplai tulang spongiosa dan sumsum merah.
c)      satu atau dua arteri besar menyuplai kanal medula. Arteri ini dikenal sebagai arteri nutrien yang kemudian masuk melalui lubang besar pada tulang yang disebut foramen nutrien Periosteum memberi nutrisi tulang di bawahnya melalui pembuluh-pembuluh darah. Jika periosteum robek, tulang di bawahnya akan mati. Periosteum berperan untuk pertambahan ketebalan tulang melalui kerja osteoblas. Periosteum berfungsi protektif dan merupakan tempat perlekatan tendon. Periosteum tidak ditemukan pada permukaan sendi. Di sini, periosteum digantikan oleh tulang rawan hialin (tulan rawan sendi).

1)      Tulang pendek
Tulang pendek (mis, falang, karpal) bentuknya hampir sama dengan tulang panjang, tetapi bagian distal lebih kecil daripada bagian proksimal, serta berukuran pendek dan kecil.
2)      Tulang pipih
Tulang pipih (mis., sternum, kepala, skapula, panggul) bentuknya gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah, dan melindungi organ vital dan lunak di bawahnya. Tulang pipih terdiri atas dua lapisan tulang kompakta dan di bagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa. Tulang ini juga dilapisi oleh periosteum yang dilewati oleh dua kelompok pembuluh darah menembus tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang spongiosa.
3)      Tulang tidak beraturan
Tulang tidak beraturan (mis., vertebra, telinga tengah) mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya. Tulang tidak beraturan terdiri dari tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta Tulang ini diselubungi periosteum-kecuali pada per mukaan sendinya-seperti tulang pipih. Periosteum ini memberi dua kelompok pembuluh darah untuk menyuplai tulang kompakta dan spongiosa.
4)      Tulang sesamoid
Tulang sesamoid (mis., patela) merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persendian, berkembang bersama tendon dan jaringan fasia.

c.       Struktur Tulang
Menurut Suratun (2008)Tulang tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan kanselus (trabekular atau spongiosa). Tulang kompakta secara makroskopis terlihat padat. Akan tetapi, jika diperiksa dengan mikroskop terdiri dari sistem Havers: Sistem Havers terdiri dari kanal Havers. Sebuah kanal Havers mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe, lamela (lempengan tulang yang mengelilingi kanal sentral), kaluna (ruang di antara lamela yang mengandung sel-sel tulang atau osteosit dan saluran limfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan lakunadan kanal sentral. Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang membawa nutrien dan oksigen ke ostcosit.
Tulang kanselus juga keras seperti tulang kompakta, tetapi secara makroskopis terlihat berlubang-lubang (spons). Jika dilihat dengan mikroskop kanal Havers, tulang kanselus terlihat lebih besar dan mengandung lebih sedikit lamela. Sel-sel penyusun tulang terdiri dari:
1)      Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekresi sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam peng endapan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
2)      Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3)      Osteoklas adalah sel sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecah matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam darah.

2.      Sistem Persendian
Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang tidak ada. Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Menurut Suratun (2008) Sendi adalah suatu ruangan, tempat satu atau dua tulang berada saling ber dekatan Fungsi utama sendi adalah memberi pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh.
Menurut Lukman (2013) sendi adalah hubungan atau pertemuan dua buah tulang atau lebih yang memungkinkan pergerakan satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak satu sama lain.
a.       Klasifikasi Sendi Berdasarkan Jenis Pergerakan
Menurut Suratun (2008) sendi terdiri dari:
1)      Sendi sinartrosis (sendi tidak bergerak sama sekali). Contohnya, sutura tulang tengkorak.
2)      Sendi amfiartrosis (sendi bergerak terbatas). Contohnya, pelvik, simflsis, dan tibia.
3)      Sendi diartosis/sinovial (sendi bergerak bebas). Contohnya, siku, lutut, dan pergelangan tangan.
b.      Klasifikasi Sendi Berdasarkan Strukturnya
1)      Fibrosa.Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya, sutura pada tulang tengkorak perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal.
2)      Kartilago, yaitu sendi yang ujung ujung tulangnya terbungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligarnen dan hanya dapat sedikit bergerak. Sendi ini terbagi menjadi 2, yaitu a. Sinkondrosis, yaitu sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan hialin. Contohnya, sendi-sendi kostokondral.
3)      Sendi sinovial, yaitu sendi tubuh yang dapat digerakkan, serta memiliki rongga sendi dan permukaan sendi yang dilapisi tulang rawan.

3.      Sistem Otot
Otot skelet merupakan organ yang berkontraksi dengan tujuan memperoleh tenaga dan gerakan ke arah tertentu. Sebagian besar otot skelet dihubungkan dengan tulang oleh tendon. Otot skelet terdiri atas sel-sel yang disebut sebagai serabut (fibers) yang mempunyai struktur tertentu. Kumpulan serabut disebut fasikula, setiap serabut dalam fasikula dipersarafi oleh motor neuron yang berbeda (Suratun: 2008).
Ada tiga jenis otot utama pada tubuh manusia yaitu otot dalam (otot polos), otot skeletal (otot lurik), dan otot jantung. Otot akan berkembang bila serabut-serabut otot mengalami pembesaran. Kekuatan dan ukuran otot dipengaruhi oleh latihan, gizi, jenis kelamin, dan genetika (Suratun: 2008).

4.      Struktur Lain
a.       Ligamen
Ligamen adalah sekumpulan jaringan fibrosa yang tebal yang merupa kan akhir dari suatu otot dan berfungsi mengikat suatu tulang.
b.      Tendon
Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibrosa yang membungkus setiap otot dan berkaitan dengan periosteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon, khususnya pada pergelangan tangan dan tumit. Pembungkus ini dibatasi oleh membran sinovial yang memberi lumbrikasi untuk memudahkan pergerakan tendon.
c.       Fasia
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung di bawah kulit sebagai fasia superfisial (sebagai pembungkus tebal) jaringan penyambung fibrosa yang membungkus otot, saraf, dan pembuluh darah.
d.      Bursae
Bursae adalah suatu kantong kecil dari jaringan penyambung, yang digunakan di atas bagian yang bergerak (mis, antara kulit dan tulang, antara tendon dan tulang/otot). Bum: bertindak sebagai penampang antara bagian yang bergerak (mis., bursae: olekranon yang terletak di antara presesus dan kulit(Suratun: 2008).

B.     Pengkajian Umum Sistem Muskuloskeletal
Perawat menggunakan riwayat kesehatan dan pengkajian fisik untuk memperoleh data tentang pola pergerakan yang biasa dilakukan seseorang. Data tersebut dikoordinasikan dengan riwayat perkembangan dan informasi tentang latar belakang sosial dan psikologi pasien (Risnanto: 2014).
Secara umum tujuan pengkajian sistem musculoskeletal adalah untuk memperoleh data dasar tentang otot, tulang, dan persendian serta untuk mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu (Lukman: 2013).
Menurut Risnanto (2014) Riwayat kesehatan akan diperoleh pada saat kontak pertama kali dengan pasien untuk menetapkan informasi dasar dan merumuskan diagnosa keperawatan dan riwayat kesehatan meliputi informasi tentang aktifitas hidup sehari-hari dan mencatat alat bantu juga mengkaji pola ambulasi klien dan mencatat alat bantu ambulasi seperti kursi roda, tongkat, walker, atau nyeri pada beberapa sendi dan, tetapkan lokasi, lama, faktor pencetus, nyeri otot, kram atau kelemahan perlu dicatat.Riwayat kesehatan dapat juga digunakan untuk mendapat informasi tentang kelainan muskuloskeletal sebelumnya. Perawat dapat mendapatkan kelainan kongenital, trauma, peradangan atau faktor lain. Data yang dikumpulkan dari riwayat dapat dikaitkan dengan informasi dari pemeriksaan dari sistem sistem lain. Suatu riwayat nutrisi misalnya dapat mengugkapkan definisi diet kelebihan berat badan yang dapat menambah stress terhadap skeletal.
Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti, dan terarah. Data yang dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik. (Suratun: 2008).

C.    Anamnesis Sistem Muskuloskeletal
Menururt Muttaqin (2008) Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada system musculoskeletal merupakan hal utama yang dilakukan perawat. Sebagian masalah system musculoskeletal dapat tergali melalui anamnesis yang baik dan teratur sehingga seorang perawat perlu meluangkan waktu yang cukup dalam melakukan anamnesis secara tekun dan menjadikannya kebiasaan pada setiap pengkajian keperawatan.
Perawat perlu melaksanankan dan memperhatikan beberapa hal agar proses anamnesis dapat optimal dilaksanakan yang meliputi :
1.      Ketenangan.
Perawat melaksananakan anamnesis dengan bersikap tenang agar dapat mengorganisasi pikiran dan informasi lengkao tentang apa yang akan disampaikan atau ditanyakan kepada klien.
2.      Mendengar dengan aktif.
Perawat membantu memastikan keakuratan data yang terkumpul. Perawat menunjukkan sikap ingin mendengar tanpa melakukan penilaian. Perawat memusatkan sikap ingin mendengar tanpa melakukan penilaian. Perawat memusatkan wawancara pada masalah kesehatan atau system tubuh tertentu untuk mengindari wawancara yang bertele-tele. Perawat mengulang apa yang telah didengar dari komunikasi klien, ini merupakan validasi dalam bentuk yag lebih khusus tentang apa yang dikatakan pasien. Ini memungkinkan klien mengetahui bagaimana orang lain memahami pesannya.
3.      Klarifikasi.
Perawat meminta klien untuk mengulang informasi dalam bentuk atau cara lain yang membantu perawat mengeri maksud klien dengan baik.
4.      Memfokuskan.
Perawat membantu menghilangkan kesamaran komunikasi dengan mengajukan pertanyaan evaluasi dan meminta klien untuk melengkapi data.
5.      Konfrontasi.
Suatu pendekatan konstruktif yang menginformasikan klien tentang apa yang dipikirkan atau dirasakan perawat terkait dengan perilaku klien selama interaksi. Perawat dapat menggambarkan perilaku klien yang terlihat, dnegan menggunakan respons yang mengacu pada pengertian klien dan umpan balik yang konstruktif. Keterampilan ini berfokus pada persepsi perawat mengenai perilaku klien, baik yang jelas terlihat maupun yang samar.
6.      Memberi umpan balik.
Perawat member kline informasi mengenai apa yang telah diobservasi atau disimpulkan. Umpan balik yang efesien meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.       Berfokus lebih pada perilaku daripada klien.
b.      Berfokus lebih pada observasi daripada kesimpulan.
c.       Berfokus lebih pada deskripsi daripada penilaian.
d.      Berfokus lebih pada eksplorasi alternative daripada jawaban atau pemecahan.
e.       Berfokus lebih pada nilai informasi klien daripada merasan terharu terhadap klien.
f.       Berfokus pada apa yang dikatakan, bukan mengapa hal itu dikatakan.
7.      Pemberian informasi.
Perawat memberikan informasi kepada klien. Ketika member informasi, perawat menghindari informasi yang salah dan komunikasi yang tidak terapeutik.
8.      Menyimpulkan.
Perawat menyimpulkan ide-ide utama setiap wawancara atau diskusi. Hal ini memvalidasi data dari klien dan menandakan akhir bagian pertama wawancara sebelum berlanjut kebagian berikutnya. (Muttaqin: 2008).

D.    Pengkajian Sistem Muskuloskeletal
Menurut Risnanto (2014), Pengkajian Sistem Muskuloskeletal terdiri dari :
1.      Riwayat Keperawatan
a.       Data Biografi
Data pribadi dapat membantu untuk mengetahui klien secara individual sehingga memungkinkan untuk menyusun rencana perawatan yangtepat (Risnanto 2014). Data ini meliputi antara lain nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis transportasi yang digunakan, orang orang yang terdekat dengan klien (Suratun:2008).
1)      Usia
Menurut jurnal Binarfika Maghfiroh (2014) Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gejala adanya keluhan muskuloskeletal disorders. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa usia pekerja yang < 25 tahun adalah 2 responden, yang berumur 25–35 tahun terdapat 27 responden, dan yang berumur ≥ 35 tahun terdapat 4 responden. Dari 33 respondenyang mengalami keluhan adalah usia 25–35 tahun.nyeri pinggang bisa terjadipada usia muda dan sebagian besar menyerangpada usia-usia produktif. Prevalensi nyeri pinggangsemakin meningkat dengan bertambahnya usiayaitu pada usia 40–45 tahun. keluhan nyeri punggung mulaidirasakan pada usia 20–40 tahun yang diperkirakandisebabkan oleh faktor degenerasi dan beban static serta osteoporosis.

2)      Jenis Kelamin
Menurut jurnal Binarfika Maghfiroh (2014) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan muskuloskeletal hingga usia 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan. Pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang.

3)      Identifikasi ras, budaya, dan suku bangsa.
a)      Apakah latar belakang budaya klien?
b)      Apakah klien mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia (nasional) atau perlu penerjemah?
c)      Apa nilai kebudayaan klien yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan?
d)     Adakah tabu budaya atau acara tabu yang klien ikuti?
e)      Apa sistem sehat-sakit (dokter, ahli neurologi, kebatinan, dukun) atau kepercayaan rakyat yang klien gunakan?
f)       Sampai tingkat mana penyakit dan perawatan di rumah sakit memengaruhi kemampuan klien untuk mengikuti norma budaya?(Muttaqin: 2008)

4)      Hubungan keluarga.
a)      Siapa saja yang klien anggap sebagai anggota keluarga?
b)      Bagaimana hubungan klien dengan pasangan, orang tua, saudara, dan teman?
c)      Bagaimana pembagian tugas dalam keluarga?
d)     Bagaimana status pernikahan klien?
e)      Adakah anggota keluarga dekat yang baru meninggal?
f)       Siapakah yang klien cari untuk mendapatkan dukungan?
g)      Bagaimana keluarga secara normal mengatasi stres saat ini?
h)      Apakah anggota keluarga menghormati pandangan setiap anggota lainnya? (Muttaqin: 2008)

b.      Keluhan utama
Kaji klien untuk mengungkapkanalasan klien memeriksakan diri/mengunjungi fasilitas kesehatan.Keluhan utama pasien-pasien gangguan muskuloskeletal adalah: sakit/nyeri delormitas kelainan fungsi. Namun demikian perawat dapat memfokuskan pertanyaan pada adanya nyeri, kulit dirasakan menipis, kram, sakit tulang belakang, kemerahan, bengkak, delormitas, pengurangan gerakan atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari. (Risnanto: 2014)
Menurut Muttaqin (2008) Keluhan utama yang sering terjadi pada klien dengan masalah system musculoskeletal adalah nyeri deformitas, kekakuan/ ketidakstabilan sendi, pembengkakan/ benjolan, kelemahan otot, gangguan sensibilitas, dan gangguan atau hilangnya fungsi.
1)      Nyeri.
Nyeri merupakan gejala yang tersering ditemukan pada masalah system musculoskeletal dan perlu diketahui secara lengkap tentang sifat-sifat nyeri. Kebanyakan kilien dengan penyakit atau kondisi trauma, baik yang terjadi pada otot, tulang, dan sendi biasanya mengalami nyeri.Nyeri tulang biasanya digambarkan sebagai nyeri dalam, tumpul yang bersifat menusuk, sedangkan nyeri otot digambarkan sebagai adanya rasa pegal. Nyeri pada satu tutuk yang terus bertamabah menunjukkan proses infeksi (osteomielitis), tumor ganas, atau komplikasi vascular. Nyeri menyebar terdapat pada keadaan yang menimbulkan tekanan pada serabut saraf.
Menurut Risnanto (2014) Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas/gerakan. Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada osteoarthritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri semakin meningkat apakah pagi atau malam hari. lnflamasi pada bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari. Tentukan juga apakah nyeri menghilang setelah istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan aspirin. Apakah pernah jatuh atau yang lainnya.
Rasa nyeri berbeda antara satu individu dengan individu yang lain berdasarkan ambang nyeri dan toleransi nyeri masing-masing klien. Sifat-sifat nyeri yang perlu diketahui dapat dikaji dengan menggunakan PQRST.
Menurut Risnanto (2014) untuk masing-masing gejala dimaksud gunakan pertanyaan pertanyaan sistem PQRST.
a)      Provokative/Paliative (apa penyebabnya dan apa yang dapat membuat lebih baik gejalanya atau lebih buruk,
b)      Quality/quantity, kualitas/kuantitas (bagaimana klien merasakan gejala yang timbul),
c)      Region/radiation lokasi/penyebaran (dimana saja terjadi penyebaran),
d)     Scale severity, Skala nyeri, tingkat beratnya masalah (bagaimana aktifitas sehari-hari dipengaruhi oleh sakitnya),
e)      Timing/waktu (kapan terjadinya, bagaimana terjadinya tiba tiba atau bertahap). (Risnanto: 2014)


Berkaitan dengan pengkajian nyeri, dapat penulis deskripsikan tentang penjelasan nyeri yang meliputi: nyeri berdasarkan durasi, skala, transmisi, sumber asal nyeri, dan penyebab nyeri. Secara lebih detail dapat penulis jelaskan dalam Risnanto (2014) sebagai berikut:
a)      Nyeri Akut
Tiba-tiba, durasi singkat, bersifat sementara Sifat nyeri jelas, besar kemungkinan hilang Area nyeri dapat diidentifikasi, rasa nyeri cepat hilang dan berkaitan dengan penyakit akut

b)      Nyeri kronis
Menetap/kontinu selama lebih dari enam bulan. Intensitas nyeri sukar untuk diturunkan, area nyeri tidak mudah diidentifikasi, rasa nyeri biasanya meningkat. Sifat kurang jelas, kecil kemungkinan untuk sembuh

c)      Nyeri berdasarkan skala Rentang Skala Nyeri (Skala Analog Visual)Menurut Graham R. B. (2006) dalam Risnanto (2014) :
1)      0 = Tidak ada nyeri
2)      1-3= Nyeri ringan
3)      4-6= Nyeri sedang
4)      7-9= Nyeri berat
5)      10= Nyeri tidak terkontrol
d)     Nyeri berdasarkan transmisi
1)      Nyeri menjalar
Terjadi pada bidang yang luas dan pada struktur yang terbentuk dari embrionik dermatom yangg sama
2)      Nyeri rujukan (reffered pain)
Nyeri yang bergerak dari suatu daerah ke daerah yang lain.
e)      Nyeri berdasarkan sumber/asal nyeri
Nyeri Superlisial Tajam, menusuk dan membakar

f)       Nyeri Dalam
Tajam, tumpul dan nyeri terasa terus menerus

g)      Nyeri Viseral
Tajam, tumpul, nyeri tonus dan dapat juga terjadi kejang

h)      Nyeri berdasarkan penyebab nyeri
1)      Termik (disebabkan oleh perbedaan suhu yang ekstrem)
2)      Kimia (disebabkan oleh bahan atau zat kimia)
3)      Mekanik (disebabkan oleh trauma tisik/ mekanik) Elektrik (disebabkan oleh aliran listrik)
4)      Psikogenik (nyeri yang tanpa diketahui adanya kelainan fisik, nyeri bersifat psikologis)
5)      Neurologik (disebabkan oleh adanya kerusakan pada jaringan syaraf)

i)        Pengkajian Nyeri
P-Titik nyeri berasal.
Pada bagian mana nyeri mulai terasa? (Tunjuk dengan jari telunjuk).
Kapan rasa nyeri mulai terasa?
Apa yang Anda kerjakan pada saat rasa nyeri mulai terasa?
Apakah rasa nyeri menyebar?
A-Faktor-faktor yang memengaruhi
Apakah yang dapat membuat rasa nyeri menjadi berkurang?
Apakah yang membuat nyeri semakin terasa nyeri?
Apakah nyeri yang serupa pernah terjadi sebelumnya? Bila ya, apa yang terjadi?
Apakah Anda minum obat-obatan penghilang rasa nyeri?
Apakah Anda merasa cemas saat merasa nyeri?
I-Intensitas
Bagaimana dengan skala rasa nyeri yang Anda rasakan, dengan menggunakan skala satu sampai lima, dengan satu untuk rasa nyeri tidak nyaman ringan dan lima untuk rasa nyeri yang tidak dapat ditoleransi?
N-Sifat dari rasa nyeri
Gambaran rasa nyeri: tidak nyaman, distres, rasa terbakar, tegang, patah, dan kram.

2)      Deformitas/ Imobilitas
Deformitas atau kelainan bentuk menimbulkan suatu keluhan yang menyebabkan klien meminta pertolongan layanan kesehatan. Perawat perlu menanyakan beberapa lama keluhan dirasakan, ke mana klien pernah meminta pertolongan sebelum ke rumah sakit(Muttaqin: 2008).
Menurut Risnanto (2014) Tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba tiba atau bertahap apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin memburuk dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin memburuk dengan aktivitas sehari hari klien. Apakah klien menggunakan alat bantu misal kruk.

3)      Kekakuan/ketidakstabilan sendi.
Kekakuan atau ketidakstabilan sendi merupakan suatu keluhan yang dirasakan klien mengganggu aktivitasnya sehari-hari dan menyebabkan klien meminta pertolongan layangan kesehatan. Perawat perlu menanyakan berapa lama kelihan dirasakan serta sejauh mana keluhan menyebablan gangguan pada ktivitas klien.
Keluhan ini bisa bersifat umum atau bersifat local pada sendi-sendi tertentu. Locking merupakan suatu kekakuan sendi yang terjadi secara tiba-tiba akibat blok mekanis pada sendi oleh tulang rawan atau meniscus. Kelainan yang ada menybabkan ketidaksatbilan sendi dan ditelusuri pula penyebabnya apakah karena kelemahan otot atau kelemahan/robekan pada ligament dan selaput sendi. (Muttaqin: 2008)
Menurut Risnanto (2014) Tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya, apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari. Pada penyakit penyakit degenerasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktifitas. Suhu dingin dan kurang aktifitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasme otot.

4)      Pembengkakan/benjolan.
Menurut Muttaqin (2008) Kelihatan adanya pembengkakan ekstremitas merupakan suatu tanda adanya bekas trauma yang terjadi pad klien. Pembengkakn dapat terjadii pada jaringan lunak, sendi, atau tulang. Hal yang perlu ditanyakan adalah lokasi spesifik pembengkakan, sudah berapa lama proses terjadinya trauma. Pembengkakan juga dapat disebabkan oleh infeksi, tumor jinak atau ganas.
Tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering kali menyertai cedera pada otot. Penyakit penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal awal serangan, tetapi muncul setelah beberapa minggu setelah terjadi nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan bagian yang sakit dapat mengurangi bengkak. Apakah bagian tubuh ada yang dipasang Gips. Identifikasi apakah ada panas atau kemerahan karena tanda tersebut menunjukan adanya inflamasi, infeksi atau injury (Risnanto: 2014).

5)      Kelemahan otot.
Keluhan adanya kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum atau bersifat local karena gangguan neurologis pada otot.(Muttaqin: 2008)

6)      Gangguan sensibilitas.
Keluhan adanya gangguan sensibilitas muncul apabila terjadi kerusakan saraf pada upper/lowermotor neuron,  baik bersifat local maupunn menyeluruh. Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada trauma atau penekanan pada saraf. Gangguan sensorik sering berhubungan dengan  masalah musculoskeletal. Klien mingkin menyatakan mengalami parasetesia (perasaan terbakar atau kesemutan) dan kebas. Perasaan tersebut mungkin akibat penekanan pada serabut saraf ataupun gangguan peredaran darah. Pembengkakan jaringan lunak atau trauma langsung terhadap struktur tersebut dapat menggangu fungsinya.kehilangan fungsi dapat terjadi akibat gangguan struktur saraf dan peredaran darah yang terletak sepanjang system musculoskeletal. Status neurovascular di daerah musculoskeletal yang terkena harus dikaji guna memperoleh informasi untuk perencanaan intervensi.
Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah klien mengalami perasaan yang tidak normal atau kebas, apakah gangguan ini bertambah berat atau malah makin berkurang dari permulaan keluhan muncul sampai pada saat wawancara, apakah ada keluhan lain yang dirasakan seperti nyeri atau edema, apakah ada perubahan warna kulit bagian distal dari daerah yang terkena seperti pucat atau sianotik.

7)      Gangguan atau hilang fungsi.
Keluhan gangguan dan hilangnya fungsi organ musculoskeletal merupakan gejala yang sering menjadi keluhan utama. Gangguan atau hilangnya fungsi baik pada sendi maupun anggota gerak mungkin disebabkan oleh nyeri, kekakuan sendi, atau kelemahan otot. Anamnesis yang dilakukan perawat untuk menggali keluhan utama klien adalah berapa lama keluhan muncul, lokasi atau organ yang mengalami gangguan atau kehilangan fungsi, dan apakah ada keluhan lain yang menyertai.(Muttaqin: 2008)

c.       Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Risnanto (2014)Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan serta timbul untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada tidaknya gangguan pada sistem lainnya.
Bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Presepsi dan harapan pasien sehubungan dengan masalah kesehatan dapat mempengaruhi perbaikan kesehatan. Pengertian klien tentang masalah kesehatan. Hal ini memperlihatkan tingkat penerimaan, tingkat intelektual, dan kemampuan untuk melaksanakan perawatan mandiri klien.
Persepsi klien tentang masalah kesehatan.
1)      Apakah klien mempunyai pengertian yang akurat mengenai masalah kesehatan?
2)      Apakah klien memahami beratnya masalah?

3)      Bagaimana pemahaman klien tentang perawatan sekarang dan yang akan dilakukan?
Adanya masalah kesehatan lain yang juga dirasakan (mis. Diabetes, penyakit jantung, infeksi saluran napas atas) perlu diperhatikan ketika menyusun rencana perawatan. Riwayat pemakaian obat dan respons terhadap obat pereda nyeri dapat membantu merancang program penatalkasanaan pengobatan. Alergi harus dicatat dan diterangkan dengan istilah reaksi yang timbulkan pada pasien, pemakaian tembakau, alkhol, dan obat lain harus dikaji untuk mengevaluasi efek bahan-bahan tersebut terhadap perawatan pasien.(Smeltzer: 2002)

d.      Riwayat kesehatan masa lalu
Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap muskuloskeletal, misal riwayat trauma/kerusakan tulang rawan. Riwayat Arthritis, osteomielitis. Riwayat pengobatan berikut efek sampingnya, misal kortikosteroid dapat menimbulkan kelemahan otot(Risnanto 2014).

e.       Riwayat Perkembangan
Data ini menggambarkan sejauh mana tingkat perkembangan pada neonatus, bayi, pra sekolah, usia sekolah, remaja, dewasa dan tua (Suratun:2008). Kebutuhan akan aktifitas pada masing masing individu akan berbeda pada tiap-tiap tahap perkembangan di atas sehingga perawat perlu memahaminya baik saat pengkajian maupun pembuatan rencana dan pelaksanaan perawatan nantinya(Risnanto 2014).

f.       Riwayat Sosial
Data ini meliputi antara lain pendidikan klien dan pekerjaannya. Seseorang yang terpapar terus pada agent-agent tertentu dalam pekerjaannya akan dapat mempengaruhi status kesehatan. Sebagai contoh seseorang yang bekerja dengan memerlukan kekuatan otot/skeletal untuk mengangkat benda benda berat hobi atau pekerjaan yang mengundang trauma dan lain-lain(Risnanto 2014).

g.      Keadaan Tubuh Lainnya.
Tanyakan pada klien tentang, kondisi sistem tubuh lainnya. Pengkajian pada sistem tubuh yang lain kadang kadang merupakan indikasi problem muskuloskeletal, sebagai contoh gejala-gejala kardiovaskuler seperti takhikardi dan hipertensi biasanya mendukung adanya gout/pirai, perubahan kulit misal keringnya kulit pada ibu jari tangan dan jari telunjuk dan tengah menandai adanya carpal tunnel syndrome. (Risnanto 2014)

h.      Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga untuk menentukan hubungan genetik perlu di identifikasi misal adanya predisposisi, seperti Arthritis, spondilitas ankilosis, gout/pirai. Sama halnya menurut Suratun (2008) Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi (mis, penyakit diabetes melitus yang mcrupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif; TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll).

i.        Riwayat Diet
Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat mengakibatkan stress pada sendi sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadinya instabilitas ligamen, khususnya pada punggung bagian bawah, kurangnya intake kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari hari, bagaimana konsumsi vitamin A, D. Kalsium dan protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi muskuloskeletal.(Risnanto 2014)
j.        Aktifitas kegiatan sehari hari
Identifikasi pekerjaan pasien dan aktifitasnya sehari-hari. Kebiasaan membawa benda-benda berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis jenis trauma Iainnya. Orang yang kurang aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun.
Fraktur atau trauma dapat timbul pada olah raga sepak bola, hocky, nyeri sendi-sendi tangan dapat timbul dari tenis. Pemakaian hak sepatu tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon akhiles dan dapat terjadi dislokasi. (Risnanto 2014)

Selain pengkajian aspek biologis, menurut Asmadi (2008) perlu untuk membahas aspek lain dalam anamnesa gangguan sistem muskuloskeletal yaitu meliputi aspek psikologis, sosiokultural dan spiritual.
a.       Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons  psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas, dan lain-lain.

b.      Aspek sosiokultural
Pengkajian pada aspek sosiokultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktivitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya, bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan. peran diri baik di rumah, kantor, maupun sosial, dan lain-lain.
c.       Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien terkait dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang. seperti apakah klien menunjukkan keputusasaan? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? dan lain lain.
2.      Pemeriksaan Fisik
Dasar pengkajian adalah perbandingan simetris bagian tubuh. Kedalam pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang ditemukan Pemeriksa harus melakukan eksplorasi lebih jauh. Hasil pemeriksaan fisik harus didokumentasikan dengan cermat dan informasi tersebut diberitahukan kepada dokter yang akan menentukan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut. (Suratun: 2008)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan terpisah atau digabungkan dengan pemeriksaan lain. Ini dilakukan saat memandikan atau memposisikan klien. Pemeriksaan ini berfokus pada penentuan rentang gerak sendi, tonus dan kekuatan otot, dan kondisi sendi dan otot. Pemeriksaan ini penting dilakukan jika khen mengeluhkan rasa nyeri atau kehilangan fungsi sendi atau otot. Kelainan otot sering diakibatkan oleh penyakit neurologis. Oleh karena itu, sering dilakukan pemeriksaan neurologis secara bersamaan. (Potter,perry : 2009)
Menurut jurnal oleh Made Adinanta (2015) IMT berpengaruh dalam terjadinya gangguan musculoskeletal yaitu untuk distribusi nya bagian tubuh yang paling sering mengalami gangguan muskuloskeletal pada orang dengan Indeks Massa Tubuh normal adalah pada lengan atas kanan, bahu kanan dan bahu kiri, sedangkan pada overweight adalah pada leher bagian bawah, lutut kiri, dan lutut kanan, dan pada obese terjadi pada bagian tubuh kaki kanan, lutut kanan, dan leher bagian bawah.

1.      Mengkaji Skelet Tubuh
Skelet Tubuh dikaji mengenai adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang dapat dijumpai. Pemendekan ekstremitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis harus dicataat. Angulasi abnormal pada tulang panjangatau gerakan pada titik selain sendi biasanya menunjukkan adanya fraktur tulang. Bisa teraba krepitus (suara berderik) pada titik gerakan abnormal. Gerakan fragmen tulang harus diminimalkan untuk mencegah cedera lebih lanjut.
Pengkajian tulang diantaranya amati kenormalan susunan tulang dan kaji adanya deformitas, lakukan palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan, dan amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan (Lukman: 2013).

2.      Mengkaji Tulang Belakang
Kurvatura normal tulang belakang biasanya konveks pada bagian dada dan konkaf sepanjang leher dan pinggang. Deformitas tulang belakang yang sering terjadi meliputi skoliosis, kifosis dan lodrosis. Skoliosis ditandai deviasi kurvatura tulang belakang. Skoliosis bisa congenital, idiopatik (tanpa diketahui penyebabnya atau akibat kerusakan otot paraspinal. Kifosis ditandai dengan kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada. Kifosis sering dijumpai pada manula dengan osteoporosis dan pada klien gangguan neuromuscular.
Sedangkan lodrosis (membebek) ditandai kurvatura tulang belakang bagian pinggang yang berlebihan. Lodrosis biasa dijumpai pada saat kehamilan karena ibu menyesuaikan posturnya akibat pusat gaya beratnya. Pada lansia akan kehilangan tinggi badan akibat hilangnya tulang rawan tulang belakang.(Lukman: 2013)

3.      Mengkaji Sistem Persendian
Persendian dievaluasi dengan memeriksa rentang gerak, deformitas, stabilitas dan adanya benjolan, rentang gerak dievaluasi secara aktif maupun pasif. Pengukuran yang tepat terhadap rentang gerak dapat dilakukan dengan goniometer (suatu busur derajat yang dirancang khusus untuk mengevaluasi gerakan sendi). Bila suatu sendi diekstensi maksimal, namun masih tetap ada sisa fleksi maka luas gerakan dikatakan terbatas. Rentang gerak yang terbatas bisa disebabkan Karena adanya deformitas skeletal, patologi sendi atau adanya patologi sendi atau adanya kontraktur otot dan tendon disekitarnya.
Bila gerakan sendi terganggu atau sendi terasa nyeri, maka harus diperiksa adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi), pembengkakan dan peningkatan suhu akibat adanya inflamasi. Sementara deformitas sendi bisa deisebabkan kontraktur (pemendekan struktur sekitar sendi), dislokasi (lepasnya permukaan sendi), subluksasi (lepasnya sebagian eprmukaan sendi) atau distrupsi struktur sekitar sendi.
Informasi integritas sendi diketahui melalui palpasi sendi dengan menggerakkan sendi secara pasif karena normalnya sendi bergerak secara halus. Jika terdengar suara gemeletuk menunjukkan adanya ligamen yang tergelincir diantara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata seperti pada arthritis mengakibatkan adanya krepitus, karena permukaan yang tidak rata tersebut saling bergeser satu sama lain. (Lukman: 2013)
Pada rheumatoid arthritis, gout dan osteoarthritis menimbulakn benjolan yang khas. Benjolan di bawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak, terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi pada sendi. Benjolan pada gout keras dan terletak di dalam tepat di sebelah kapsul sendi. Benjolan osteoartritis keras dan tidak nyeri dan merupakan pertumbuhan tulang baru akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang dalam kapsul sendi, biasanya ditemukan pada lansia. (Lukman: 2013)

4.      Mengkaji Sistem Otot
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan seseorang dalam mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan berbagai macam indikasi kondisi, seperti polineuropati, gangguan elektrolit (khususnya kalsium dan kalium), miastenia gravis, poliomielitis, dan distropi otot.
Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat adanya edema atau perdarahan ke dalam otot, juga untuk mendeteksi adanya pengurangan ukuran otot yang terjadi akibat atropi. Ekstremitas yang sehat digunakan sebagai standar acuan. Pengukuran dilakukan pada lingkar terbesar ekstremitas. Perlu diingat bahwa pengukuran harus dilakukan pada otot yang sama, lokasi ekstremitas yang sama, dan dalam keadaan istirahat. Untuk memudahkan pengkajian berseri, titik pengukuran dapat dilakukan dengan membuat tanda titik di kulit. Perbedaan ukuran yang lebih besar dari satu cm dianggap bermakna. (Lukman: 2013)
skala
Reeves

klasifikasi
0
Tidak ada
Tidak terdapat kontraktilitas
0%
Paralisis total
1
Sedikit
Ada bukti sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi
10%
Tidak ada gerakan teraba/terlihat adanya kontraksi otot
2
Buruk
ROM (Rentang gerak) komplit dengan batasan gravitasi
25%
Gerakan otot penuh menentang gravitasi, dengan sokongan
3
Sedang
ROM komplit terhadap gravitasi
50%
Gerakan normal menentang gravitasi
4
Baik
ROM komplit terhadap gravitasi dengan beberapa resistensi
75%
Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahanan
5
Normal
ROM yang komplit terhadap gravitasi dengan resistensi penuh
100%
Gerakan normal penuh, menentang gravitasi dengan pertahanan penuh
                                          (Lukman: 2013)
5.      Mengkaji Cara Berjalan
Minta klien untuk berjalan sampai beberapa jauh, perhatikan cara berjalan mengenai kehalusan dan iramanya. Setiap adanya gerakan yang tidak teratur dan ireguler (biasanya pada lansia) dianggap tidak normal. Bila klien berjalan pincang, biasanya disebabkan adanya nyeri akibat menyangga beban tubuh yang terlalu berat. Berbagai kondisi neurologis juga dapat menyebabkan cara berjalan abnormal, misalnya cara berjalan spastik hemiparesis (stroke), cara berjalan selangkah-selangkah (penyakit lower motor neuron), cara berjalan bergetar (penyakit parkinson).(Lukman: 2013)

6.      Mengkaji Kulit dan Sirkulasi Perifer
Pengkajian tambahan penting yang dapat dilakukan perawat adalah mengkaji kulit dan sirkulasi perifer. Palpasi kulit digunakan untuk melihat adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut nadi perifer, warna, suhu, dan waktu pengisian kapiler. Hal tersebut memengaruhi penatalaksanaan tindakan keperawatan. (Lukman: 2013)
Otot
Tulang dan Sendi
Lain-lain
Atropi
Hipertropi
Nyeri
Kejang
Kelemahan
Ketidakmampuan untuk menahan beban
Nyeri
Kekakuan
Bengkak
Kemerah-merahan
Naiknya temperature lokal (panas)
Menurunnya rentang gerak (ROM)
Patah/retak
Berbunyi klik
Locking atau caching
Menekuk
Mati rasa dan kesemutan (parastesi)
Perubahan warna kulit seperti pucat, sianotik, gelap, ruam.
                                                (Lukman: 2013)

3.      Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muttaqin (2008) Persiapan untuk pemeriksaan diagnostik meliputi pengkajian klien mengenai kondisinya (mis., kehamilan, klaustrofobia, irnplan logam, kemampuan menoleransi posisi yang diinginkan akibat lansia, keterbelakangan mental, dan deformitas) yang memerlukan pendekatan mental khusus selama pemeriksaan. Perawat harus berkomunikasi dengan dokter dan departemen terkait mengenai situasi yang mungkin memengaruhi uji diagnostik yang dilakukan.
1.      Foto Rontgen
Sinar-X penting untuk mengevaluasi klien dengan kelainan muskuloskeletal. Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang. Sinar-X multipel diperlukan untuk mengkaji secara paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar-X tekstur tulang menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas. Sinar X sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi. (Muttaqin: 2008)

2.      Computed tomography (CT scan)
menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi (mis., asetabulum). Pemeriksaan dilakukan dapat dengan atau tanpa kontras dan berlangsung sekitar satu jam. (Muttaqin: 2008)

3.      Magnetic Resonance Imaging (MRI)
adalah teknik pencitraan khusus, noninvasif, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis., tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang) jaringan lunak seperti otot, tendon, dan tulang rawan. Karena yang digunakan elektromagnet, klien yang mengenakan implan logam, braces, atau pacemaker tidak dapat menjalani pemeriksaan ini. Perhiasan harus dilepas. Klien yang menderita klaustrofobia biasanya tidak mampu menghadapi ruang tertutup pada MRI tanpa obat penenang. (Muttaqin: 2008)

4.      Angiografi
Angiografi adalah pemeriksaan struktur vaskular (sistem arteri). Suatu bahan kontras radiopaq diinjeksikan ke dalam arteri tertentu, dan diambil foto sinar-X serial sistem arteri yang dipasok oleh arteri tersebut. Prosedur ini sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi arteri dan dapat digunakan untuk tingkat amputasi yang akan dilakukan. Setelah dilakukan prosedur ini, klien dibiarkan berbaring selama 12 sampai 24 jam untuk mencegah perdarahan pada tempat penusukan arteri. Perawat memantau tanda Vital, tempat penusukan untuk melihat adanya pembengkakan, perdarahan, dan hematoma, dan mengkaji apakah sirkulasi ekstremitas bagian distal adekuat. (Muttaqin: 2008)

5.      Digital Substraction Angiography (DSA)
Menggunakan teknologi computer untuk menggambarkan sistem arteri melalui kateter vena. Sedangkan, venogram adalah pemeriksaan sistem vena yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya thrombosis vena dalam.(Lukman: 2013)

6.      Skintigrafi Tulang (Pemindai Tulang)
Menggambarkan derajat sejauh mana matriks tulang “mengambil” isotop radioaktif khusus tulang yang diinjeksikan ke dalam sistem tersebut. Pemindai dilakukan empat sampai enam jam setelah isotop diinjeksikan. Derajat ambilan nuklida berhubungan langsung dengan metabolisme tulang. Peningkatan ambilan tampak pada penyakit primer tulang ( osteosarkoma), penyakit tulang metastasik, penyakit inflamasi skelet (osteomielitis) dan pada jenis patah tulang. (Lukman: 2013)

7.      Termografi, mengukur derajat pancaran panas dari permukaan kulit. Kondisi inflamasi seperti artritis dan infeksi, neoplasma harus dievaluasi. Pemeriksaan serial berguna untuk mendokumentasikan episode inflamasi dan respons klien terhadap terapi pengobatan antiinflamasi. (Lukman: 2013)

8.      Elektromiografi, memberi informasi mengenai potensial listrik otot dan saraf yang menyarafi. Tujuannya adalah menentukan abnormalitas fungsi unit motor end. Setelah tindakan berikan kompres hangat untuk mengurangi ketidaknyamanan. (Lukman: 2013)

9.      Absorpsiometri foton tunggal dan ganda, adalah uji noninvasif untuk menentukan kandungan mineral tulang pada pergelangan tangan atau tulang belakang. Osteoporosis dapat dideteksi dengan menggunakan alat densitometri. (Lukman: 2013)

10.  Venogram
adalah pemeriksaan sistem vena yang sering digunakan untuk mendeteksi trombosis vena. Penyuntikan bahan kontras ke dalam rongga subaraknoid spinalis lumbal, dilakukan untuk melihat adanya herniasi diskus, stenosis spinal (penyempitan kanalis spinalis), atau adanya tumor. (Muttaqin: 2008)

11.  Artrografi
adalah Penyuntikan bahan radiopaq atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diposisikan dalam kisaran pergerakannya sambil dilakukan serial sinar-X. Artrografi sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau ligamen penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul, dan pergelangan tangan. Bila terdapat robekan, bahan kontras akan merembes keluar dari sendi dan akan terlihat pada sinar-X. Setelah dilakukan artrografi, biasanya sendi diimobilisasi selama 12 sampai 24 jam dan diberi balut tekan elastis. (Muttaqin: 2008)

12.  Artrosentesis
Artrosentesis (aspirasi sendi) dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial untuk keperluan pemeriksaan atau menghilangkan nyeri akibat efusi. Dengan menggunakan teknik asepsis, perawat memasukkan jarum kertrosen sais dalam sendi dan melakukan aspirasi cairan. Kemudian dipasang balman steril setelah dilakukan aspirasi. Normalnya, cairan sinovial jernih, Pucat berwarna seperti jerami, dan volumenya sedikit. Cairan tersebut kemudian diperiksa secara makroskopis mengenai volume, warna, kejernihan, dan adanya bekuan musin. Diperiksa juga secara mikroskopis untuk memmiksa jumlah, mengidentifikasi sel, melakukan pewarnaan Gram, dan mengerami elemen penyusunnya. Pemeriksaan cairan sinovial sangat berguna Untuk mendiagnosis artritis reumatoid dan atrofi inflamasr lainnya dan dapat memperlihatkan adanya hemartrosis (perdarahan di dalam rongga Sendi), yang menyebabkan trauma atau kecenderungan perdarahan. (Muttaqin: 2008)

13.  Artroskopi
merupakan prosedur endoskopis yang memungkinkan pandangan langsung ke dalam sendi. Prosedur ini dilakukan di kamar operasi dalam kondisi steril. Perlu dilakukan injeksi anestesi lokal ataupun anestesi umum. Jarum diameter besar dimasukkan dan sendi diregangkan dengan salin. Artroskop kemudian dimasukkan sehingga struktur sendi, sinovium, dan permukaan sendi dapat dilihat. Setelah prosedur ini, luka ditutup dengan balutan steril. Sendi dibalut dengan balutan tekan untuk menghindari pembengkakan. Bila perlu dikompres es untuk mengurangi edema dan rasa tidak nyaman.
Secara umum, sendi tetap diekstensikan dan dielevasi untuk mengurangi pembengkakan. Klien dianjurkan untuk membatasi aktivitas setelah prosedur. Fungsi neurovaskular dipantau. Analgesik dapat diberikan untuk meredakan rasa tidak nyaman. Komplikasi jarang, tetapi dapat mencakup infeksi, hemartrosis, tromboflebitis, kaku sendi, dan penyembuhan luka yang lama. (Muttaqin: 2008)

14.  Biopsi
Biopsi dapat dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan sinovial guna membantu menentukan penyakit tertentu. Tempat biopsi harus dipantau mengenai adanya edema, perdarahan, dan nyeri. Tempat biopsi mungkin perlu dikompres es untuk mengontrol edema dan perdarahan dan pasien diberi analgesik untuk mengurangi rasa tidak nyaman. (Muttaqin: 2008)



4.      Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Muttaqin (2008) Pemeriksaan darah dan urine klien dapat memberi informasi mengenai masalah muskuloskeletal primer atau komplikasi yang terjadi (mis infeksi), sebagai dasar acuan pemberian terapi. Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar hemoglobin (biasanya lebih rendah bila terjadi perdarahan karena trauma) dan hitung sel darah putih. Sebelum dilakukan pembedahan, pemeriksaan pembekuan darah harus dilakukan untuk mendeteksi kecenderungan perdarahan karena tulang merupakan jaringan yang sangat vaskular.
Pemeriksaan kimia darah memberi data mengenai berbagai macam kondisi musculoskeletal. Kadar kalium serum berubah pada osteomalasia, fungsi paratiroid, penyakit paget, tumor tulang metastasis, dan pada imobilisasi lama. Kadar fosfor serum berbanding terbalik dengan kadar kalsium dan menurun pada riketsia yang berhubungan dengan sindrom malabsorpsi. Fosfatase asam meningkat pada penyakit Paget dan kanker metastasis. Fosfatase alkali meningkat selama penyembuhan patah tulang dan pada penyakit dengan peningkatan aktivitas osteoblas (mis., tumor tulang metastasis).
Metabolisme tulang dapat dievaluasi melalui pemeriksaan tiroid dan penentuan kadar kalsitonin, hormon paratiroid (PT H), dan vitamin D. Kadar enzim serum kreatin kinase (CK) dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase (SGOT, aspartat aminotransferase) meningkat pada kerusakan otot. Aldolase meningkat pada penyakit otot (mis., distrofi otot dan nekrosis otot skelet). Kadar kalsium urine meningkat pada destruksi tulang (mis., disfungsi paratiroid, tumor tulang metastasis, mieloma multipel).



BAB 3
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Sistem musculoskeletal adalah vital bagi manusia agar dapat bergerak dengan bebas dan merawat diri sendiri. Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi system musculoskeletal yang optimal. Gangguan dari system musculoskeletal dapat berkisar dari gangguan yang menyebabkan ketidaknyamanan minor, seperti kerusakan ligament sampai ke kondisi yang mnegancam kehidupan, seperti distropi muscular.
Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data subjektif dan objektif yang dilakukan secara sistematik. Proses pengkajian dan pemeriksaan sistem musculoskeletalterhadap tulang, jaringan penyangga seperti kartilago, tendon, fasia, otot dan sendi. Kelainan yang mungkin dialami oleh klien dilakukan melalui anamnesis keluhan yang dialami oleh klien, pemeriksaaan fisik terhadap fungsi dari sistem musculoskeletal.
Selain hal-hal di atas, dalam pengkajian pasien harus termasuk: 1) Identitas pasien melalui anamnesis pada pasien ; 2) Riwayat kesehatan umum meliputi berbagai gangguan/penyakit yang lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat kesehatan pasien; 3) Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan/gangguan yang berhubungan dengan gangguan/penyakit yang dirasakan saat ini. pemeriksaan kesehatan, meninjau catatan/status pasien untuk melihat pemeriksaan diagnostik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain, dan meninjau literatur yang terkait dengan keadaan pasien.




B.     Saran
Semoga makalah ini dapat dijadikan pembelajaran terhadap mahasiswa untuk lebih memahami dengan penganamnesis gangguan system muskuloskeletal yang pada tahap awal saat pengkajian sebagai pengumpulan data secara objektif agar dapat menentukan asuhan keperawatan yang tepat pada klien.      


DAFTAR PUSTAKA


Asmadi. 2008. Teknik Procedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salmeba Medika.
Binarfika, Tri Martiana. 2014. Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal Disorders (Msds) dengan The Rapid Upper Limbs Assessment (Rula) dan Karakteristik Individu Terhadap Keluhan Msds. Surabaya: FKM Universitas Airlangga
Darmawan, Agus Citra.dkk.  2005. Pemeriksaan fisik. Bandung : Rizqi press.
Lukman, Ningsih N. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Made, I Putu Gede Adiatmika. 2015. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Gangguan Muskuloskeletal dan Distribusinya Menggunakan Nbm (Nordic Body Map) pada Anggota Senam Satria Nusantara di Lapangan Nitimandala Renon. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Muttaqin, Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal. Jakarata : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2011. Pengkajian keperawatan aplikasi pada praktik klinik. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2013.
Potter, Perry. 2009. Fundamentals of nursing buku 2 ed. 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Risnanto, Uswatun I. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah: Sistem Musculoskeletal. Yogyakarta: Deepublish.
Suratun. 2008. Klien gangguan musculoskeletal: seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.

Respon Psikologis Pasca Bencana

2.1   Psikologis Bencana Bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerug...