BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Anatomi
fisiologi sistem muskuloskeletal
Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada
efektifnya interaksi antara sendi yang normal dengan unit-unit neuromuscular
yang menggerakkannya, elemen tersebut juga berinteraksi untuk mendistribusikan
stress mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon, ligamen, rawan sendi,
dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan
sempurna. (Lukman: 2013).
Menurut
Suratun (2008) Sistem
muskuloskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, dan struktur pendukung lainnya
(tendon, ligamen, fasia, dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan struktur ini
terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja.
1.
Sistem Tulang
Struktur tulang dan jaringan ikat
menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan
dan fungsi sistem muskuloskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh yang
lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak,
jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur
tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
a.
Pembagian skeletal
Menurut Suratun (2008) Pembagian skeletal, yaitu
1)
Axial skeleton terdiri dari kerangka tulang
kepala dan leher, tengkorak, kolumna vertebrae, tulang iga, tulang hioid
sternum.
2)
apendikular skeleton terdiri dari:
a)
Kerangka tulang lengan dan kaki
b)
Ekstremitas atas (skapula, klavikula, humerus, ulna, radial
dan tangan (karpal, metakarpal, falang)
c)
Ekstremitas bawah (tulang pelvik1 femur,
patch, tibia, fibula) dan kaki (tarsal, metatarsal, falang).
b. Jenis Tulang
Menurut
Suratun (2008)Jenis Tulang Ada empat jenis tulang, yaitu tulang panjang. tulang
pendek, tulang pipih, dan tulang tidak beraturan.
1)
Tulang panjang
Tulang
panjang (mis., femur,
humerus) bentuknya silindris dan berukuran panjang seperti batang
(dialisis) tersusun atas tulang kompakta dengan kedua ujungnya berbentuk bulat
(epihsis) tersusun atas tulang kanselus. Tulang dialisis memiliki lapisan luar
berupa tulang kompakta yang mengelilingi sebuah rongga tengah yang disebut
kanal medial: yang mengandung sumsum kunig. Sumsum kuning terdiri lemak dan
pembuluh darah, tetapi suplai darah atau eritrositnya tidak begitu banyak.
Tulang epifisis terdiri dari tulang spongiosa yang mengandung sumsum merah yang
isinya sama seperti sumsum kuning dan dibungkus oleh selapis tipis tulang
kompakta Bagian luar tulang panjang dilapisi jaringan fibrosa kuat yang disebut
periosteum. Lapisan ini kaya dengan pembuluh darah yang menembus tulang. Ada
tiga kelompok pembuluh darah yang menyuplai tulang panjang, terdiri dari:
a)
Sejumlah arteri kecil menembus tulang kompakta untuk
menyuplai kanal dan sistem Harvers.
b)
Banyak arteri lebih besar menembus tulang kompakta untuk
menyuplai tulang spongiosa dan sumsum merah.
c)
satu atau dua arteri besar menyuplai kanal medula. Arteri ini
dikenal sebagai arteri nutrien yang kemudian masuk melalui lubang besar pada
tulang yang disebut foramen nutrien Periosteum memberi nutrisi tulang di
bawahnya melalui pembuluh-pembuluh darah. Jika periosteum robek, tulang di
bawahnya akan mati. Periosteum berperan untuk pertambahan ketebalan tulang
melalui kerja osteoblas. Periosteum berfungsi protektif dan merupakan tempat
perlekatan tendon. Periosteum tidak ditemukan pada permukaan sendi. Di sini,
periosteum digantikan oleh tulang rawan hialin (tulan rawan sendi).
1)
Tulang pendek
Tulang
pendek (mis, falang,
karpal) bentuknya hampir sama dengan tulang panjang, tetapi bagian
distal lebih kecil daripada bagian proksimal, serta berukuran pendek dan kecil.
2)
Tulang pipih
Tulang
pipih (mis., sternum,
kepala, skapula, panggul) bentuknya gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah,
dan melindungi organ vital dan lunak di bawahnya. Tulang pipih terdiri atas dua
lapisan tulang kompakta dan di bagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa.
Tulang ini juga dilapisi oleh periosteum yang dilewati oleh dua kelompok
pembuluh darah menembus tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang
spongiosa.
3)
Tulang tidak beraturan
Tulang
tidak beraturan (mis., vertebra,
telinga tengah) mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya. Tulang
tidak beraturan terdiri dari tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapis tipis
tulang kompakta Tulang ini diselubungi periosteum-kecuali pada per mukaan
sendinya-seperti tulang pipih. Periosteum ini memberi dua kelompok pembuluh
darah untuk menyuplai tulang kompakta dan spongiosa.
4) Tulang sesamoid
Tulang
sesamoid (mis., patela)
merupakan tulang kecil yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan
persendian, berkembang bersama tendon dan jaringan fasia.
c.
Struktur Tulang
Menurut
Suratun (2008)Tulang tersusun oleh jaringan tulang kompakta (kortikal) dan
kanselus (trabekular atau spongiosa). Tulang kompakta secara makroskopis
terlihat padat. Akan tetapi, jika diperiksa dengan mikroskop terdiri dari
sistem Havers: Sistem Havers terdiri dari kanal Havers. Sebuah kanal Havers
mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe, lamela (lempengan tulang
yang mengelilingi kanal sentral), kaluna (ruang di antara lamela yang
mengandung sel-sel tulang atau osteosit dan saluran limfe), dan kanalikuli
(saluran kecil yang menghubungkan lakunadan kanal sentral. Saluran ini
mengandung pembuluh limfe yang membawa nutrien dan oksigen ke ostcosit.
Tulang
kanselus juga keras seperti tulang kompakta, tetapi secara makroskopis terlihat
berlubang-lubang (spons). Jika dilihat dengan mikroskop kanal Havers, tulang
kanselus terlihat lebih besar dan mengandung lebih sedikit lamela. Sel-sel
penyusun tulang terdiri dari:
1)
Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan
menyekresi sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam peng
endapan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
2)
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3)
Osteoklas adalah sel sel berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim
proteolitik yang memecah matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral
tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam darah.
2. Sistem Persendian
Pergerakan
tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang tidak ada. Kelenturan
dimungkinkan oleh adanya persendian. Menurut Suratun (2008) Sendi adalah suatu ruangan, tempat satu atau
dua tulang berada saling ber dekatan Fungsi utama sendi adalah memberi
pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh.
Menurut
Lukman (2013) sendi adalah hubungan atau pertemuan dua buah tulang atau lebih
yang memungkinkan pergerakan satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak satu sama lain.
a. Klasifikasi
Sendi Berdasarkan Jenis Pergerakan
Menurut Suratun (2008) sendi terdiri dari:
1)
Sendi
sinartrosis (sendi tidak bergerak sama sekali). Contohnya, sutura tulang
tengkorak.
2)
Sendi
amfiartrosis (sendi bergerak terbatas). Contohnya, pelvik, simflsis, dan tibia.
3) Sendi diartosis/sinovial (sendi bergerak bebas).
Contohnya, siku, lutut, dan pergelangan tangan.
b. Klasifikasi
Sendi Berdasarkan Strukturnya
1) Fibrosa.Sendi ini tidak memiliki lapisan
tulang rawan, dan tulang yang satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh
jaringan penyambung fibrosa. Contohnya, sutura pada tulang tengkorak perlekatan
tulang tibia dan fibula bagian distal.
2) Kartilago, yaitu sendi yang ujung ujung
tulangnya terbungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligarnen dan hanya
dapat sedikit bergerak. Sendi ini terbagi menjadi 2, yaitu a. Sinkondrosis,
yaitu sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan hialin.
Contohnya, sendi-sendi kostokondral.
3) Sendi sinovial, yaitu sendi tubuh yang dapat
digerakkan, serta memiliki rongga sendi dan permukaan sendi yang dilapisi
tulang rawan.
3. Sistem Otot
Otot skelet merupakan organ yang
berkontraksi dengan tujuan memperoleh tenaga dan gerakan ke arah tertentu.
Sebagian besar otot skelet dihubungkan dengan tulang oleh tendon. Otot skelet
terdiri atas sel-sel yang disebut sebagai serabut (fibers) yang mempunyai
struktur tertentu. Kumpulan serabut disebut fasikula, setiap serabut dalam
fasikula dipersarafi oleh motor neuron yang berbeda (Suratun:
2008).
Ada
tiga jenis otot utama pada tubuh manusia yaitu otot dalam (otot polos), otot
skeletal (otot lurik), dan otot jantung. Otot akan berkembang bila serabut-serabut otot
mengalami pembesaran. Kekuatan dan ukuran otot dipengaruhi oleh latihan, gizi,
jenis kelamin, dan genetika (Suratun: 2008).
4.
Struktur Lain
a.
Ligamen
Ligamen
adalah sekumpulan jaringan fibrosa yang tebal yang merupa kan akhir dari suatu
otot dan berfungsi mengikat suatu tulang.
b.
Tendon
Tendon
adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibrosa yang membungkus setiap otot
dan berkaitan dengan periosteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon,
khususnya pada pergelangan tangan dan tumit. Pembungkus ini dibatasi oleh
membran sinovial yang memberi lumbrikasi untuk memudahkan pergerakan tendon.
c.
Fasia
Fasia
adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung di
bawah kulit sebagai fasia superfisial (sebagai pembungkus tebal) jaringan
penyambung fibrosa yang membungkus otot, saraf, dan pembuluh darah.
d. Bursae
Bursae
adalah suatu kantong kecil dari jaringan penyambung, yang digunakan di atas
bagian yang bergerak (mis, antara kulit dan tulang, antara tendon dan
tulang/otot). Bum: bertindak sebagai penampang antara bagian yang bergerak
(mis., bursae: olekranon yang terletak di antara presesus dan kulit(Suratun:
2008).
B.
Pengkajian Umum Sistem Muskuloskeletal
Perawat menggunakan
riwayat kesehatan dan pengkajian fisik untuk memperoleh data tentang pola
pergerakan yang biasa dilakukan seseorang. Data tersebut dikoordinasikan dengan
riwayat perkembangan dan informasi tentang latar belakang sosial dan psikologi
pasien (Risnanto: 2014).
Secara umum tujuan pengkajian sistem musculoskeletal adalah untuk memperoleh data dasar
tentang otot, tulang, dan persendian serta untuk mengetahui adanya mobilitas,
kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu (Lukman: 2013).
Menurut Risnanto (2014) Riwayat kesehatan akan
diperoleh pada saat kontak pertama kali dengan pasien untuk menetapkan
informasi dasar dan merumuskan diagnosa keperawatan dan riwayat kesehatan
meliputi informasi tentang aktifitas hidup sehari-hari dan mencatat alat bantu
juga mengkaji pola ambulasi klien dan mencatat alat bantu ambulasi seperti
kursi roda, tongkat, walker, atau nyeri pada beberapa sendi dan, tetapkan
lokasi, lama, faktor pencetus, nyeri otot, kram atau kelemahan perlu
dicatat.Riwayat kesehatan dapat juga digunakan untuk mendapat informasi tentang
kelainan muskuloskeletal sebelumnya. Perawat dapat mendapatkan kelainan
kongenital, trauma, peradangan atau faktor lain. Data yang dikumpulkan dari
riwayat dapat dikaitkan dengan informasi dari pemeriksaan dari sistem sistem
lain. Suatu riwayat nutrisi misalnya dapat mengugkapkan definisi diet kelebihan
berat badan yang dapat menambah stress terhadap skeletal.
Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti, dan
terarah. Data yang dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara
melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik. (Suratun:
2008).
C.
Anamnesis
Sistem Muskuloskeletal
Menururt Muttaqin (2008) Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian
keperawatan pada system musculoskeletal merupakan hal utama yang dilakukan
perawat. Sebagian masalah system musculoskeletal dapat tergali melalui
anamnesis yang baik dan teratur sehingga seorang perawat perlu meluangkan waktu
yang cukup dalam melakukan anamnesis secara tekun dan menjadikannya kebiasaan
pada setiap pengkajian keperawatan.
Perawat
perlu melaksanankan dan memperhatikan beberapa hal agar proses anamnesis dapat
optimal dilaksanakan yang meliputi :
1.
Ketenangan.
Perawat
melaksananakan anamnesis dengan bersikap tenang agar dapat mengorganisasi
pikiran dan informasi lengkao tentang apa yang akan disampaikan atau ditanyakan
kepada klien.
2.
Mendengar dengan
aktif.
Perawat
membantu memastikan keakuratan data yang terkumpul. Perawat menunjukkan sikap
ingin mendengar tanpa melakukan penilaian. Perawat memusatkan sikap ingin
mendengar tanpa melakukan penilaian. Perawat memusatkan wawancara pada masalah
kesehatan atau system tubuh tertentu untuk mengindari wawancara yang bertele-tele.
Perawat mengulang apa yang telah didengar dari komunikasi klien, ini merupakan
validasi dalam bentuk yag lebih khusus tentang apa yang dikatakan pasien. Ini
memungkinkan klien mengetahui bagaimana orang lain memahami pesannya.
3.
Klarifikasi.
Perawat
meminta klien untuk mengulang informasi dalam bentuk atau cara lain yang
membantu perawat mengeri maksud klien dengan baik.
4.
Memfokuskan.
Perawat
membantu menghilangkan kesamaran komunikasi dengan mengajukan pertanyaan
evaluasi dan meminta klien untuk melengkapi data.
5.
Konfrontasi.
Suatu
pendekatan konstruktif yang menginformasikan klien tentang apa yang dipikirkan
atau dirasakan perawat terkait dengan perilaku klien selama interaksi. Perawat
dapat menggambarkan perilaku klien yang terlihat, dnegan menggunakan respons
yang mengacu pada pengertian klien dan umpan balik yang konstruktif.
Keterampilan ini berfokus pada persepsi perawat mengenai perilaku klien, baik
yang jelas terlihat maupun yang samar.
6.
Memberi umpan balik.
Perawat
member kline informasi mengenai apa yang telah diobservasi atau disimpulkan.
Umpan balik yang efesien meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.
Berfokus lebih pada perilaku daripada klien.
b.
Berfokus lebih pada observasi daripada kesimpulan.
c.
Berfokus lebih pada deskripsi daripada penilaian.
d.
Berfokus lebih pada eksplorasi alternative daripada jawaban atau
pemecahan.
e.
Berfokus lebih pada nilai informasi klien daripada merasan terharu
terhadap klien.
f.
Berfokus pada apa yang dikatakan, bukan mengapa hal itu dikatakan.
7.
Pemberian informasi.
Perawat
memberikan informasi kepada klien. Ketika member informasi, perawat menghindari
informasi yang salah dan komunikasi yang tidak terapeutik.
8.
Menyimpulkan.
Perawat
menyimpulkan ide-ide utama setiap wawancara atau diskusi. Hal ini memvalidasi
data dari klien dan menandakan akhir bagian pertama wawancara sebelum berlanjut
kebagian berikutnya. (Muttaqin: 2008).
D. Pengkajian Sistem Muskuloskeletal
Menurut
Risnanto (2014), Pengkajian Sistem Muskuloskeletal terdiri dari :
1.
Riwayat Keperawatan
a. Data Biografi
Data
pribadi dapat membantu untuk mengetahui klien secara individual sehingga
memungkinkan untuk menyusun rencana perawatan yangtepat (Risnanto
2014). Data ini
meliputi antara lain nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis transportasi yang
digunakan, orang orang yang terdekat dengan klien (Suratun:2008).
1)
Usia
Menurut jurnal Binarfika Maghfiroh (2014)
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gejala adanya keluhan
muskuloskeletal disorders. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa usia pekerja
yang < 25 tahun adalah 2 responden, yang berumur 25–35 tahun terdapat 27
responden, dan yang berumur ≥ 35 tahun terdapat 4 responden. Dari 33
respondenyang mengalami keluhan adalah usia 25–35 tahun.nyeri pinggang bisa
terjadipada usia muda dan sebagian besar menyerangpada usia-usia produktif.
Prevalensi nyeri pinggangsemakin meningkat dengan bertambahnya usiayaitu pada
usia 40–45 tahun. keluhan nyeri punggung mulaidirasakan pada usia 20–40 tahun
yang diperkirakandisebabkan oleh faktor degenerasi dan beban static serta
osteoporosis.
2)
Jenis Kelamin
Menurut jurnal Binarfika Maghfiroh (2014)
menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap
keluhan muskuloskeletal hingga usia 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis
kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan. Pada wanita keluhan ini
lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu
proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang.
3) Identifikasi ras, budaya, dan suku bangsa.
a) Apakah latar
belakang budaya klien?
b) Apakah klien
mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia (nasional) atau perlu penerjemah?
c) Apa nilai
kebudayaan klien yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan?
d) Adakah tabu
budaya atau acara tabu yang klien ikuti?
e) Apa sistem
sehat-sakit (dokter, ahli neurologi, kebatinan, dukun) atau kepercayaan rakyat
yang klien gunakan?
f) Sampai
tingkat mana penyakit dan perawatan di rumah sakit memengaruhi kemampuan klien
untuk mengikuti norma budaya?(Muttaqin: 2008)
4) Hubungan keluarga.
a) Siapa saja
yang klien anggap sebagai anggota keluarga?
b) Bagaimana
hubungan klien dengan pasangan, orang tua, saudara, dan teman?
c) Bagaimana
pembagian tugas dalam keluarga?
d) Bagaimana
status pernikahan klien?
e) Adakah
anggota keluarga dekat yang baru meninggal?
f) Siapakah yang
klien cari untuk mendapatkan dukungan?
g) Bagaimana
keluarga secara normal mengatasi stres saat ini?
h) Apakah
anggota keluarga menghormati pandangan setiap anggota lainnya? (Muttaqin: 2008)
b.
Keluhan utama
Kaji
klien untuk mengungkapkanalasan klien memeriksakan diri/mengunjungi fasilitas
kesehatan.Keluhan utama pasien-pasien gangguan muskuloskeletal adalah:
sakit/nyeri delormitas kelainan fungsi. Namun demikian perawat dapat
memfokuskan pertanyaan pada adanya nyeri, kulit dirasakan menipis, kram, sakit
tulang belakang, kemerahan, bengkak, delormitas, pengurangan gerakan atau
faktor-faktor lain yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari. (Risnanto: 2014)
Menurut Muttaqin (2008) Keluhan utama
yang sering terjadi pada klien dengan masalah system musculoskeletal adalah nyeri deformitas, kekakuan/
ketidakstabilan sendi, pembengkakan/ benjolan, kelemahan otot, gangguan
sensibilitas, dan gangguan atau hilangnya fungsi.
1)
Nyeri.
Nyeri merupakan
gejala yang tersering ditemukan pada masalah system musculoskeletal dan perlu
diketahui secara lengkap tentang sifat-sifat nyeri. Kebanyakan kilien dengan penyakit atau kondisi trauma,
baik yang terjadi pada otot, tulang, dan sendi biasanya mengalami nyeri.Nyeri
tulang biasanya digambarkan sebagai nyeri dalam, tumpul yang bersifat menusuk,
sedangkan nyeri otot digambarkan sebagai adanya rasa pegal. Nyeri pada satu
tutuk yang terus bertamabah menunjukkan proses infeksi (osteomielitis), tumor
ganas, atau komplikasi vascular. Nyeri menyebar terdapat pada keadaan yang
menimbulkan tekanan pada serabut saraf.
Menurut
Risnanto (2014) Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi
aktivitas/gerakan. Nyeri
saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi
panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenerasi
pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada osteoarthritis makin
meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri semakin meningkat apakah pagi
atau malam hari. lnflamasi pada bursa atau tendon makin meningkat pada
malam hari. Tentukan juga apakah nyeri menghilang setelah istirahat. Apakah
nyerinya dapat diatasi dengan aspirin. Apakah pernah jatuh atau yang lainnya.
Rasa
nyeri berbeda antara satu individu dengan individu yang lain berdasarkan ambang
nyeri dan toleransi nyeri masing-masing klien. Sifat-sifat nyeri yang perlu
diketahui dapat dikaji dengan menggunakan PQRST.
Menurut Risnanto (2014) untuk masing-masing gejala dimaksud gunakan pertanyaan
pertanyaan sistem PQRST.
a) Provokative/Paliative (apa
penyebabnya dan apa yang dapat membuat lebih baik gejalanya atau lebih buruk,
b) Quality/quantity,
kualitas/kuantitas (bagaimana klien merasakan gejala yang timbul),
c) Region/radiation lokasi/penyebaran (dimana
saja terjadi penyebaran),
d) Scale severity, Skala nyeri,
tingkat beratnya masalah (bagaimana aktifitas sehari-hari dipengaruhi oleh
sakitnya),
e) Timing/waktu (kapan
terjadinya, bagaimana terjadinya tiba tiba atau bertahap). (Risnanto:
2014)
Berkaitan dengan pengkajian nyeri,
dapat penulis deskripsikan tentang penjelasan nyeri yang meliputi: nyeri
berdasarkan durasi, skala, transmisi, sumber asal nyeri, dan penyebab nyeri.
Secara lebih detail dapat penulis jelaskan dalam Risnanto (2014) sebagai berikut:
a) Nyeri Akut
Tiba-tiba,
durasi singkat, bersifat sementara Sifat nyeri jelas, besar kemungkinan hilang
Area nyeri dapat diidentifikasi, rasa nyeri cepat hilang dan berkaitan dengan
penyakit akut
b) Nyeri kronis
Menetap/kontinu
selama lebih dari enam bulan. Intensitas nyeri sukar untuk diturunkan, area
nyeri tidak mudah diidentifikasi, rasa nyeri biasanya meningkat. Sifat kurang
jelas, kecil kemungkinan untuk sembuh
c) Nyeri berdasarkan skala
Rentang Skala Nyeri (Skala Analog Visual)Menurut Graham R. B. (2006) dalam
Risnanto (2014) :
1) 0 = Tidak ada nyeri
2) 1-3= Nyeri ringan
3) 4-6= Nyeri sedang
4) 7-9= Nyeri berat
5) 10= Nyeri tidak terkontrol
d) Nyeri berdasarkan transmisi
1)
Nyeri menjalar
Terjadi
pada bidang yang luas dan pada struktur yang terbentuk dari embrionik dermatom
yangg sama
2)
Nyeri rujukan (reffered pain)
Nyeri
yang bergerak dari suatu daerah ke daerah yang lain.
e) Nyeri berdasarkan sumber/asal
nyeri
Nyeri
Superlisial Tajam, menusuk dan membakar
f)
Nyeri Dalam
Tajam,
tumpul dan nyeri terasa terus menerus
g)
Nyeri Viseral
Tajam,
tumpul, nyeri tonus dan dapat juga terjadi kejang
h) Nyeri berdasarkan penyebab
nyeri
1)
Termik (disebabkan oleh perbedaan suhu yang ekstrem)
2)
Kimia (disebabkan oleh bahan atau zat kimia)
3)
Mekanik (disebabkan oleh trauma tisik/ mekanik) Elektrik
(disebabkan oleh aliran listrik)
4)
Psikogenik (nyeri yang tanpa diketahui adanya kelainan fisik,
nyeri bersifat psikologis)
5)
Neurologik (disebabkan oleh adanya kerusakan pada jaringan
syaraf)
i)
Pengkajian Nyeri
P-Titik
nyeri berasal.
Pada
bagian mana nyeri mulai terasa? (Tunjuk dengan jari telunjuk).
Kapan
rasa nyeri mulai terasa?
Apa
yang Anda kerjakan pada saat rasa nyeri mulai terasa?
Apakah
rasa nyeri menyebar?
A-Faktor-faktor
yang memengaruhi
Apakah
yang dapat membuat rasa nyeri menjadi berkurang?
Apakah
yang membuat nyeri semakin terasa nyeri?
Apakah
nyeri yang serupa pernah terjadi sebelumnya? Bila ya, apa yang terjadi?
Apakah
Anda minum obat-obatan penghilang rasa nyeri?
Apakah
Anda merasa cemas saat merasa nyeri?
I-Intensitas
Bagaimana dengan skala rasa nyeri
yang Anda rasakan, dengan menggunakan skala satu sampai lima, dengan satu untuk
rasa nyeri tidak nyaman ringan dan lima untuk rasa nyeri yang tidak dapat
ditoleransi?
N-Sifat dari rasa nyeri
Gambaran rasa nyeri: tidak nyaman,
distres, rasa terbakar, tegang, patah, dan kram.
2) Deformitas/ Imobilitas
Deformitas
atau kelainan bentuk menimbulkan suatu keluhan yang menyebabkan klien meminta
pertolongan layanan kesehatan. Perawat perlu menanyakan beberapa lama keluhan
dirasakan, ke mana klien pernah meminta pertolongan sebelum ke rumah
sakit(Muttaqin: 2008).
Menurut
Risnanto (2014) Tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba
tiba atau bertahap apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin
memburuk dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin memburuk dengan
aktivitas sehari hari klien. Apakah klien menggunakan alat bantu misal kruk.
3)
Kekakuan/ketidakstabilan
sendi.
Kekakuan
atau ketidakstabilan sendi merupakan suatu keluhan yang dirasakan klien
mengganggu aktivitasnya sehari-hari dan menyebabkan klien meminta pertolongan
layangan kesehatan. Perawat perlu menanyakan berapa lama kelihan dirasakan serta sejauh mana keluhan
menyebablan gangguan pada ktivitas klien.
Keluhan
ini bisa bersifat umum atau bersifat local pada sendi-sendi tertentu. Locking merupakan suatu kekakuan sendi
yang terjadi secara tiba-tiba akibat blok mekanis pada sendi oleh tulang rawan
atau meniscus. Kelainan yang ada menybabkan ketidaksatbilan sendi dan
ditelusuri pula penyebabnya apakah karena kelemahan otot atau kelemahan/robekan
pada ligament dan selaput sendi. (Muttaqin: 2008)
Menurut
Risnanto (2014) Tanyakan
sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya, apakah selalu terjadi kekakuan.
Beberapa kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa
kali sehari. Pada penyakit penyakit degenerasi sendi sering terjadi kekakuan
yang meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana
dengan perubahan suhu dan aktifitas. Suhu dingin dan kurang aktifitas biasanya
meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasme otot.
4)
Pembengkakan/benjolan.
Menurut
Muttaqin (2008) Kelihatan adanya pembengkakan ekstremitas merupakan suatu tanda
adanya bekas trauma yang terjadi pad klien. Pembengkakn dapat terjadii pada jaringan lunak, sendi,
atau tulang. Hal yang perlu ditanyakan adalah lokasi spesifik pembengkakan,
sudah berapa lama proses terjadinya trauma. Pembengkakan juga dapat disebabkan
oleh infeksi, tumor jinak atau ganas.
Tanyakan berapa lama terjadi
pembengkakan, apakah juga disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri
sering kali menyertai cedera pada otot. Penyakit penyakit degenerasi sendi
sering kali tidak timbul bengkak pada awal awal serangan, tetapi muncul setelah
beberapa minggu setelah terjadi nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan bagian yang sakit
dapat mengurangi bengkak. Apakah
bagian tubuh ada yang dipasang Gips. Identifikasi apakah ada panas atau
kemerahan karena tanda tersebut menunjukan adanya inflamasi, infeksi atau
injury (Risnanto: 2014).
5)
Kelemahan otot.
Keluhan
adanya kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum atau bersifat local karena
gangguan neurologis pada otot.(Muttaqin: 2008)
6) Gangguan sensibilitas.
Keluhan
adanya gangguan sensibilitas muncul apabila terjadi kerusakan saraf pada upper/lowermotor neuron, baik bersifat local maupunn menyeluruh.
Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada trauma atau penekanan pada
saraf. Gangguan sensorik sering berhubungan dengan masalah musculoskeletal. Klien mingkin menyatakan
mengalami parasetesia (perasaan terbakar atau kesemutan) dan kebas. Perasaan
tersebut mungkin akibat penekanan pada serabut saraf ataupun gangguan peredaran
darah. Pembengkakan jaringan lunak atau trauma langsung terhadap
struktur tersebut dapat menggangu fungsinya.kehilangan fungsi dapat terjadi
akibat gangguan struktur saraf dan peredaran darah yang terletak sepanjang
system musculoskeletal. Status neurovascular di daerah musculoskeletal yang
terkena harus dikaji guna memperoleh informasi untuk perencanaan intervensi.
Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah klien
mengalami perasaan yang tidak normal atau kebas, apakah gangguan ini bertambah
berat atau malah makin berkurang dari permulaan keluhan muncul sampai pada saat
wawancara, apakah ada keluhan lain yang dirasakan seperti nyeri atau edema,
apakah ada perubahan warna kulit bagian distal dari daerah yang terkena seperti
pucat atau sianotik.
7)
Gangguan atau hilang
fungsi.
Keluhan
gangguan dan hilangnya fungsi organ musculoskeletal merupakan gejala yang
sering menjadi keluhan utama. Gangguan atau hilangnya fungsi baik pada sendi
maupun anggota gerak mungkin disebabkan oleh nyeri, kekakuan sendi, atau
kelemahan otot. Anamnesis yang dilakukan perawat untuk menggali keluhan utama
klien adalah berapa lama
keluhan muncul, lokasi atau organ yang mengalami gangguan atau kehilangan
fungsi, dan apakah ada keluhan lain yang menyertai.(Muttaqin: 2008)
c.
Riwayat kesehatan sekarang
Menurut
Risnanto (2014)Sejak kapan
timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala.
Timbulnya gejala mendadak atau perlahan serta timbul untuk pertama kalinya atau
berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada tidaknya gangguan pada sistem
lainnya.
Bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Presepsi dan harapan pasien sehubungan dengan masalah
kesehatan dapat mempengaruhi perbaikan kesehatan. Pengertian klien
tentang masalah kesehatan. Hal ini memperlihatkan tingkat penerimaan, tingkat
intelektual, dan kemampuan untuk melaksanakan perawatan mandiri klien.
Persepsi klien tentang masalah kesehatan.
1) Apakah klien
mempunyai pengertian yang akurat mengenai masalah kesehatan?
2) Apakah klien
memahami beratnya masalah?
3) Bagaimana
pemahaman klien tentang perawatan sekarang dan yang akan dilakukan?
Adanya masalah kesehatan
lain yang juga dirasakan (mis. Diabetes, penyakit jantung, infeksi saluran
napas atas) perlu diperhatikan ketika menyusun rencana perawatan. Riwayat
pemakaian obat dan respons terhadap obat pereda nyeri dapat membantu merancang
program penatalkasanaan pengobatan. Alergi harus dicatat dan diterangkan dengan istilah reaksi yang
timbulkan pada pasien, pemakaian
tembakau, alkhol, dan obat lain harus dikaji untuk mengevaluasi efek
bahan-bahan tersebut terhadap perawatan pasien.(Smeltzer: 2002)
d.
Riwayat kesehatan masa
lalu
Data
ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek langsung atau
tidak langsung terhadap muskuloskeletal, misal riwayat trauma/kerusakan tulang rawan. Riwayat Arthritis,
osteomielitis. Riwayat pengobatan berikut efek sampingnya, misal kortikosteroid
dapat menimbulkan kelemahan otot(Risnanto 2014).
e. Riwayat Perkembangan
Data
ini menggambarkan sejauh mana tingkat perkembangan pada neonatus, bayi, pra sekolah, usia
sekolah, remaja, dewasa dan tua (Suratun:2008). Kebutuhan akan aktifitas pada
masing masing individu akan berbeda pada tiap-tiap tahap perkembangan di atas
sehingga perawat perlu memahaminya baik saat pengkajian maupun pembuatan
rencana dan pelaksanaan perawatan nantinya(Risnanto 2014).
f.
Riwayat Sosial
Data
ini meliputi antara lain pendidikan
klien dan pekerjaannya. Seseorang yang terpapar terus pada agent-agent
tertentu dalam pekerjaannya akan dapat mempengaruhi status kesehatan. Sebagai contoh seseorang yang
bekerja dengan memerlukan kekuatan otot/skeletal untuk mengangkat benda benda
berat hobi atau pekerjaan yang mengundang trauma dan lain-lain(Risnanto
2014).
g.
Keadaan Tubuh Lainnya.
Tanyakan
pada klien tentang, kondisi sistem tubuh lainnya. Pengkajian pada sistem tubuh
yang lain kadang kadang merupakan indikasi problem muskuloskeletal, sebagai
contoh gejala-gejala kardiovaskuler
seperti takhikardi dan hipertensi biasanya mendukung adanya gout/pirai,
perubahan kulit misal keringnya kulit pada ibu jari tangan dan jari telunjuk
dan tengah menandai adanya carpal tunnel syndrome. (Risnanto 2014)
h.
Riwayat Keluarga
Riwayat
keluarga untuk menentukan hubungan genetik perlu di identifikasi misal adanya
predisposisi, seperti Arthritis,
spondilitas ankilosis, gout/pirai. Sama halnya menurut Suratun (2008) Riwayat penyakit
keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan genetik yang perlu
diidentifikasi (mis,
penyakit diabetes melitus yang mcrupakan predisposisi penyakit sendi
degeneratif; TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll).
i.
Riwayat Diet
Identifikasi
adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat mengakibatkan stress pada
sendi sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadinya instabilitas ligamen,
khususnya pada punggung bagian bawah, kurangnya intake kalsium dapat menimbulkan fraktur karena
adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari hari, bagaimana konsumsi
vitamin A, D. Kalsium dan protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi
muskuloskeletal.(Risnanto 2014)
j.
Aktifitas kegiatan
sehari hari
Identifikasi
pekerjaan pasien dan aktifitasnya sehari-hari. Kebiasaan membawa benda-benda
berat yang dapat menimbulkan strain otot dan jenis jenis trauma Iainnya. Orang yang kurang aktivitas
mengakibatkan tonus otot menurun.
Fraktur atau trauma dapat timbul pada
olah raga sepak bola, hocky, nyeri sendi-sendi tangan dapat timbul dari tenis.
Pemakaian hak sepatu tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon akhiles dan
dapat terjadi dislokasi. (Risnanto 2014)
Selain pengkajian aspek biologis, menurut Asmadi (2008) perlu untuk
membahas aspek lain dalam anamnesa gangguan sistem muskuloskeletal yaitu
meliputi aspek psikologis, sosiokultural dan spiritual.
a. Aspek
psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah
bagaimana respons psikologis klien
terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang
digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas, dan lain-lain.
b. Aspek
sosiokultural
Pengkajian pada aspek sosiokultural ini dilakukan
untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktivitas yang
dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya, bagaimana pengaruhnya
terhadap pekerjaan. peran diri baik di rumah, kantor, maupun sosial, dan
lain-lain.
c. Aspek
spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana
keyakinan dan nilai yang dianut klien terkait dengan kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang. seperti apakah klien menunjukkan keputusasaan? Bagaimana
pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? dan lain lain.
2.
Pemeriksaan
Fisik
Dasar pengkajian adalah perbandingan simetris bagian
tubuh. Kedalam pengkajian bergantung pada keluhan fisik pasien dan riwayat
kesehatan dan semua petunjuk fisik yang ditemukan Pemeriksa harus melakukan
eksplorasi lebih jauh. Hasil pemeriksaan fisik harus didokumentasikan dengan
cermat dan informasi tersebut diberitahukan kepada dokter yang akan menentukan
diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut. (Suratun: 2008)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan terpisah atau
digabungkan dengan pemeriksaan lain. Ini dilakukan saat memandikan atau
memposisikan klien. Pemeriksaan ini berfokus pada penentuan rentang gerak
sendi, tonus dan kekuatan otot, dan kondisi sendi dan otot. Pemeriksaan ini
penting dilakukan jika khen mengeluhkan rasa nyeri atau kehilangan fungsi sendi
atau otot. Kelainan otot sering diakibatkan oleh penyakit neurologis. Oleh
karena itu, sering dilakukan pemeriksaan neurologis secara bersamaan.
(Potter,perry : 2009)
Menurut jurnal oleh Made Adinanta (2015) IMT berpengaruh dalam
terjadinya gangguan musculoskeletal yaitu untuk distribusi nya bagian tubuh
yang paling sering mengalami gangguan muskuloskeletal pada orang dengan Indeks
Massa Tubuh normal adalah pada lengan atas kanan, bahu kanan dan bahu kiri,
sedangkan pada overweight adalah pada leher bagian bawah, lutut kiri, dan lutut
kanan, dan pada obese terjadi pada bagian tubuh kaki kanan, lutut kanan, dan
leher bagian bawah.
1.
Mengkaji Skelet Tubuh
Skelet Tubuh dikaji
mengenai adanya deformitas
dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang
dapat dijumpai. Pemendekan
ekstremitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis
harus dicataat. Angulasi abnormal pada tulang panjangatau gerakan pada
titik selain sendi biasanya menunjukkan adanya fraktur tulang. Bisa teraba krepitus (suara
berderik) pada titik gerakan abnormal. Gerakan fragmen tulang harus
diminimalkan untuk mencegah cedera lebih lanjut.
Pengkajian tulang diantaranya amati kenormalan susunan tulang dan kaji
adanya deformitas, lakukan palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri
tekan, dan amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan (Lukman: 2013).
2. Mengkaji
Tulang Belakang
Kurvatura normal tulang
belakang biasanya konveks pada bagian dada dan konkaf sepanjang leher dan
pinggang. Deformitas
tulang belakang yang sering terjadi meliputi skoliosis, kifosis dan lodrosis.
Skoliosis ditandai deviasi kurvatura tulang belakang. Skoliosis bisa congenital, idiopatik (tanpa
diketahui penyebabnya atau akibat kerusakan otot paraspinal. Kifosis ditandai
dengan kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada. Kifosis sering dijumpai
pada manula dengan osteoporosis dan pada klien gangguan neuromuscular.
Sedangkan lodrosis (membebek) ditandai kurvatura tulang belakang bagian
pinggang yang berlebihan. Lodrosis biasa dijumpai pada saat kehamilan karena
ibu menyesuaikan posturnya akibat pusat gaya beratnya. Pada lansia akan
kehilangan tinggi badan akibat hilangnya tulang rawan tulang belakang.(Lukman: 2013)
3. Mengkaji
Sistem Persendian
Persendian dievaluasi
dengan memeriksa rentang
gerak, deformitas, stabilitas dan adanya benjolan, rentang gerak dievaluasi
secara aktif maupun pasif. Pengukuran yang tepat terhadap rentang gerak
dapat dilakukan dengan goniometer
(suatu busur derajat yang dirancang khusus untuk mengevaluasi gerakan sendi).
Bila suatu sendi diekstensi maksimal, namun masih tetap ada sisa fleksi maka
luas gerakan dikatakan terbatas. Rentang gerak yang terbatas bisa disebabkan
Karena adanya deformitas skeletal, patologi sendi atau adanya patologi sendi
atau adanya kontraktur otot dan tendon disekitarnya.
Bila gerakan sendi
terganggu atau sendi terasa nyeri, maka harus diperiksa adanya kelebihan cairan
dalam kapsulnya (efusi), pembengkakan dan peningkatan suhu akibat adanya
inflamasi. Sementara deformitas sendi bisa deisebabkan kontraktur (pemendekan
struktur sekitar sendi), dislokasi (lepasnya permukaan sendi), subluksasi
(lepasnya sebagian eprmukaan sendi) atau distrupsi struktur sekitar sendi.
Informasi integritas sendi diketahui
melalui palpasi sendi dengan menggerakkan sendi secara pasif karena normalnya
sendi bergerak secara halus. Jika terdengar suara gemeletuk menunjukkan
adanya ligamen yang tergelincir
diantara tonjolan tulang. Permukaan
yang kurang rata seperti pada arthritis mengakibatkan adanya krepitus,
karena permukaan yang tidak rata tersebut saling bergeser satu sama lain.
(Lukman: 2013)
Pada rheumatoid arthritis,
gout dan osteoarthritis menimbulakn benjolan yang khas. Benjolan di bawah kulit
pada rheumatoid arthritis lunak, terdapat di dalam
dan sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi pada sendi. Benjolan pada
gout keras dan terletak di dalam tepat di sebelah kapsul sendi. Benjolan
osteoartritis keras dan tidak nyeri dan merupakan pertumbuhan tulang baru
akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang dalam kapsul sendi, biasanya
ditemukan pada lansia. (Lukman: 2013)
4.
Mengkaji Sistem Otot
Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan seseorang dalam
mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, serta ukuran masing-masing otot.
Kelemahan sekelompok otot menunjukkan berbagai macam indikasi kondisi, seperti
polineuropati, gangguan elektrolit (khususnya kalsium dan kalium), miastenia
gravis, poliomielitis, dan distropi otot.
Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat
adanya edema atau perdarahan ke dalam otot, juga untuk mendeteksi adanya
pengurangan ukuran otot yang terjadi akibat atropi. Ekstremitas yang
sehat digunakan sebagai standar acuan. Pengukuran dilakukan pada lingkar
terbesar ekstremitas. Perlu diingat bahwa pengukuran harus dilakukan pada otot
yang sama, lokasi ekstremitas yang sama, dan dalam keadaan istirahat. Untuk
memudahkan pengkajian berseri, titik pengukuran dapat dilakukan dengan membuat
tanda titik di kulit. Perbedaan ukuran yang lebih besar dari satu cm dianggap
bermakna. (Lukman: 2013)
skala
|
Reeves
|
klasifikasi
|
||
0
|
Tidak ada
|
Tidak terdapat
kontraktilitas
|
0%
|
Paralisis total
|
1
|
Sedikit
|
Ada bukti sedikit
kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi
|
10%
|
Tidak ada gerakan
teraba/terlihat adanya kontraksi otot
|
2
|
Buruk
|
ROM (Rentang
gerak) komplit dengan batasan gravitasi
|
25%
|
Gerakan otot
penuh menentang gravitasi, dengan sokongan
|
3
|
Sedang
|
ROM komplit
terhadap gravitasi
|
50%
|
Gerakan normal
menentang gravitasi
|
4
|
Baik
|
ROM komplit
terhadap gravitasi dengan beberapa resistensi
|
75%
|
Gerakan normal
penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahanan
|
5
|
Normal
|
ROM yang komplit
terhadap gravitasi dengan resistensi penuh
|
100%
|
Gerakan normal
penuh, menentang gravitasi dengan pertahanan penuh
|
(Lukman: 2013)
5. Mengkaji Cara Berjalan
Minta klien untuk berjalan sampai beberapa jauh,
perhatikan cara berjalan
mengenai kehalusan dan iramanya. Setiap adanya gerakan yang tidak teratur dan ireguler
(biasanya pada lansia) dianggap tidak normal. Bila klien berjalan pincang, biasanya
disebabkan adanya nyeri
akibat menyangga beban tubuh yang terlalu berat. Berbagai kondisi neurologis
juga dapat menyebabkan cara berjalan
abnormal, misalnya cara
berjalan spastik hemiparesis (stroke), cara berjalan selangkah-selangkah
(penyakit lower motor neuron), cara berjalan bergetar (penyakit parkinson).(Lukman:
2013)
6. Mengkaji Kulit dan
Sirkulasi Perifer
Pengkajian tambahan penting yang dapat dilakukan
perawat adalah mengkaji
kulit dan sirkulasi perifer. Palpasi kulit digunakan untuk melihat
adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi
dengan mengkaji denyut nadi perifer, warna, suhu, dan waktu pengisian kapiler.
Hal tersebut memengaruhi penatalaksanaan tindakan keperawatan. (Lukman: 2013)
Otot
|
Tulang dan
Sendi
|
Lain-lain
|
Atropi
Hipertropi
Nyeri
Kejang
Kelemahan
|
Ketidakmampuan untuk
menahan beban
Nyeri
Kekakuan
Bengkak
Kemerah-merahan
Naiknya temperature lokal
(panas)
Menurunnya rentang gerak
(ROM)
Patah/retak
Berbunyi klik
Locking atau caching
Menekuk
|
Mati rasa dan kesemutan
(parastesi)
Perubahan warna kulit
seperti pucat, sianotik, gelap, ruam.
|
(Lukman:
2013)
3. Pemeriksaan
Diagnostik
Menurut Muttaqin (2008) Persiapan untuk pemeriksaan
diagnostik meliputi pengkajian klien mengenai kondisinya (mis., kehamilan,
klaustrofobia, irnplan logam, kemampuan menoleransi posisi yang diinginkan
akibat lansia, keterbelakangan mental, dan deformitas) yang memerlukan pendekatan
mental khusus selama pemeriksaan. Perawat harus berkomunikasi dengan dokter dan
departemen terkait mengenai situasi yang mungkin memengaruhi uji diagnostik
yang dilakukan.
1.
Foto Rontgen
Sinar-X
penting untuk mengevaluasi klien dengan kelainan muskuloskeletal. Sinar-X
tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan
tulang. Sinar-X multipel diperlukan untuk mengkaji secara paripurna struktur
yang sedang diperiksa. Sinar-X tekstur tulang menunjukkan adanya pelebaran,
penyempitan, dan tanda iregularitas. Sinar X sendi dapat menunjukkan adanya
cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan struktur sendi. (Muttaqin: 2008)
2.
Computed tomography
(CT scan)
menunjukkan
rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor
jaringan lunak atau cedera ligamen atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit
dievaluasi (mis., asetabulum). Pemeriksaan dilakukan dapat dengan atau tanpa
kontras dan berlangsung sekitar satu jam. (Muttaqin: 2008)
3.
Magnetic Resonance
Imaging (MRI)
adalah
teknik pencitraan khusus, noninvasif, yang menggunakan medan magnet, gelombang
radio, dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis., tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang) jaringan lunak seperti otot,
tendon, dan tulang rawan. Karena yang digunakan elektromagnet, klien yang
mengenakan implan logam, braces, atau pacemaker tidak dapat menjalani pemeriksaan
ini. Perhiasan harus dilepas. Klien yang menderita klaustrofobia biasanya tidak
mampu menghadapi ruang tertutup pada MRI tanpa obat penenang. (Muttaqin: 2008)
4. Angiografi
Angiografi
adalah pemeriksaan struktur vaskular (sistem arteri). Suatu bahan kontras
radiopaq diinjeksikan ke dalam arteri tertentu, dan diambil foto sinar-X serial
sistem arteri yang dipasok oleh arteri tersebut. Prosedur ini sangat bermanfaat
untuk mengkaji perfusi arteri dan dapat digunakan untuk tingkat amputasi yang
akan dilakukan. Setelah dilakukan prosedur ini, klien dibiarkan berbaring
selama 12 sampai 24 jam untuk mencegah perdarahan pada tempat penusukan arteri.
Perawat memantau tanda Vital, tempat penusukan untuk melihat adanya
pembengkakan, perdarahan, dan hematoma, dan mengkaji apakah sirkulasi
ekstremitas bagian distal adekuat. (Muttaqin: 2008)
5. Digital
Substraction Angiography (DSA)
Menggunakan teknologi computer untuk menggambarkan
sistem arteri melalui kateter vena. Sedangkan, venogram adalah pemeriksaan
sistem vena yang sering digunakan untuk mendeteksi adanya thrombosis vena
dalam.(Lukman: 2013)
6. Skintigrafi Tulang (Pemindai Tulang)
Menggambarkan derajat sejauh mana matriks tulang
“mengambil” isotop radioaktif khusus tulang yang diinjeksikan ke dalam sistem
tersebut. Pemindai dilakukan empat sampai enam jam setelah isotop diinjeksikan.
Derajat ambilan nuklida berhubungan langsung dengan metabolisme tulang.
Peningkatan ambilan tampak pada penyakit primer tulang ( osteosarkoma),
penyakit tulang metastasik, penyakit inflamasi skelet (osteomielitis) dan pada
jenis patah tulang. (Lukman: 2013)
7. Termografi, mengukur
derajat pancaran panas dari permukaan kulit. Kondisi inflamasi seperti artritis
dan infeksi, neoplasma harus dievaluasi. Pemeriksaan serial berguna untuk
mendokumentasikan episode inflamasi dan respons klien terhadap terapi
pengobatan antiinflamasi. (Lukman: 2013)
8. Elektromiografi, memberi
informasi mengenai potensial listrik otot dan saraf yang menyarafi. Tujuannya
adalah menentukan abnormalitas fungsi unit motor
end. Setelah tindakan berikan kompres hangat untuk mengurangi
ketidaknyamanan. (Lukman: 2013)
9. Absorpsiometri foton tunggal dan ganda,
adalah uji noninvasif untuk menentukan kandungan mineral tulang pada
pergelangan tangan atau tulang belakang. Osteoporosis dapat dideteksi dengan
menggunakan alat densitometri. (Lukman: 2013)
10. Venogram
adalah
pemeriksaan sistem vena yang sering digunakan untuk mendeteksi trombosis vena.
Penyuntikan bahan kontras ke dalam rongga subaraknoid spinalis lumbal,
dilakukan untuk melihat adanya herniasi diskus, stenosis spinal (penyempitan
kanalis spinalis), atau adanya tumor. (Muttaqin: 2008)
11. Artrografi
adalah Penyuntikan bahan radiopaq atau udara ke dalam rongga sendi
untuk melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diposisikan dalam
kisaran pergerakannya sambil dilakukan serial sinar-X. Artrografi sangat
berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi
atau ligamen penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul, dan pergelangan tangan.
Bila terdapat robekan, bahan kontras akan merembes keluar dari sendi dan akan
terlihat pada sinar-X. Setelah dilakukan artrografi, biasanya sendi diimobilisasi
selama 12 sampai 24 jam dan diberi balut tekan elastis. (Muttaqin: 2008)
12. Artrosentesis
Artrosentesis
(aspirasi sendi) dilakukan untuk memperoleh cairan sinovial untuk keperluan
pemeriksaan atau menghilangkan nyeri akibat efusi. Dengan menggunakan teknik
asepsis, perawat memasukkan jarum kertrosen sais dalam sendi dan melakukan
aspirasi cairan. Kemudian dipasang balman steril setelah dilakukan aspirasi.
Normalnya, cairan sinovial jernih, Pucat berwarna seperti jerami, dan volumenya
sedikit. Cairan tersebut kemudian diperiksa secara makroskopis mengenai volume,
warna, kejernihan, dan adanya bekuan musin. Diperiksa juga secara mikroskopis
untuk memmiksa jumlah, mengidentifikasi sel, melakukan pewarnaan Gram, dan
mengerami elemen penyusunnya. Pemeriksaan cairan sinovial sangat berguna Untuk mendiagnosis artritis
reumatoid dan atrofi inflamasr lainnya dan dapat memperlihatkan adanya
hemartrosis (perdarahan di dalam rongga Sendi), yang menyebabkan trauma atau
kecenderungan perdarahan. (Muttaqin: 2008)
13. Artroskopi
merupakan
prosedur endoskopis yang memungkinkan pandangan langsung ke dalam sendi.
Prosedur ini dilakukan di kamar operasi dalam kondisi steril. Perlu dilakukan
injeksi anestesi lokal ataupun anestesi umum. Jarum diameter besar dimasukkan
dan sendi diregangkan dengan salin. Artroskop kemudian dimasukkan sehingga
struktur sendi, sinovium, dan permukaan sendi dapat dilihat. Setelah prosedur
ini, luka ditutup dengan balutan steril. Sendi dibalut dengan balutan tekan
untuk menghindari pembengkakan. Bila perlu dikompres es untuk mengurangi edema
dan rasa tidak nyaman.
Secara
umum, sendi tetap diekstensikan dan dielevasi untuk mengurangi pembengkakan.
Klien dianjurkan untuk membatasi aktivitas setelah prosedur. Fungsi
neurovaskular dipantau. Analgesik dapat diberikan untuk meredakan rasa tidak
nyaman. Komplikasi jarang, tetapi dapat mencakup infeksi, hemartrosis,
tromboflebitis, kaku sendi, dan penyembuhan luka yang lama. (Muttaqin: 2008)
14. Biopsi
Biopsi
dapat dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan
sinovial guna membantu menentukan penyakit tertentu. Tempat biopsi harus
dipantau mengenai adanya edema, perdarahan, dan nyeri. Tempat biopsi mungkin
perlu dikompres es untuk mengontrol edema dan perdarahan dan pasien diberi
analgesik untuk mengurangi rasa tidak nyaman. (Muttaqin: 2008)
4.
Pemeriksaan
Laboratorium
Menurut
Muttaqin (2008) Pemeriksaan
darah dan urine
klien dapat memberi informasi mengenai masalah muskuloskeletal primer atau
komplikasi yang terjadi (mis
infeksi), sebagai dasar acuan pemberian terapi. Pemeriksaan darah
lengkap meliputi kadar
hemoglobin (biasanya lebih rendah bila terjadi perdarahan karena trauma) dan
hitung sel darah putih. Sebelum dilakukan pembedahan, pemeriksaan
pembekuan darah harus dilakukan untuk mendeteksi kecenderungan perdarahan
karena tulang merupakan jaringan yang sangat vaskular.
Pemeriksaan kimia darah memberi data
mengenai berbagai macam kondisi musculoskeletal. Kadar kalium serum berubah pada osteomalasia, fungsi
paratiroid, penyakit paget, tumor tulang metastasis, dan pada imobilisasi lama. Kadar fosfor serum berbanding terbalik dengan kadar kalsium dan
menurun pada riketsia yang berhubungan dengan sindrom malabsorpsi. Fosfatase
asam meningkat pada penyakit Paget dan kanker metastasis. Fosfatase alkali
meningkat selama penyembuhan patah tulang dan pada penyakit dengan peningkatan
aktivitas osteoblas (mis., tumor tulang metastasis).
Metabolisme tulang dapat dievaluasi
melalui pemeriksaan tiroid
dan penentuan kadar kalsitonin, hormon paratiroid (PT H), dan vitamin D. Kadar
enzim serum kreatin kinase (CK) dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase
(SGOT, aspartat aminotransferase) meningkat pada kerusakan otot. Aldolase
meningkat pada penyakit otot (mis., distrofi otot dan nekrosis otot skelet).
Kadar kalsium urine meningkat pada destruksi tulang (mis., disfungsi
paratiroid, tumor tulang metastasis, mieloma multipel).
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem musculoskeletal adalah vital bagi manusia agar dapat
bergerak dengan bebas dan merawat diri sendiri. Tulang manusia saling
berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi
system musculoskeletal yang optimal. Gangguan dari system musculoskeletal dapat
berkisar dari gangguan yang menyebabkan ketidaknyamanan minor, seperti
kerusakan ligament sampai ke kondisi yang mnegancam kehidupan, seperti distropi
muscular.
Pengkajian keperawatan merupakan
langkah pertama yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data subjektif dan
objektif yang dilakukan secara sistematik. Proses pengkajian dan pemeriksaan
sistem musculoskeletalterhadap tulang, jaringan penyangga seperti kartilago,
tendon, fasia, otot dan sendi. Kelainan yang mungkin dialami oleh
klien dilakukan melalui anamnesis keluhan yang dialami oleh klien, pemeriksaaan
fisik terhadap fungsi dari sistem musculoskeletal.
Selain hal-hal di atas, dalam
pengkajian pasien harus termasuk: 1) Identitas pasien melalui anamnesis
pada pasien ; 2) Riwayat kesehatan umum meliputi berbagai gangguan/penyakit
yang lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat kesehatan pasien; 3) Riwayat kesehatan sekarang
meliputi keluhan/gangguan yang berhubungan dengan gangguan/penyakit yang
dirasakan saat ini. pemeriksaan kesehatan, meninjau catatan/status pasien untuk
melihat pemeriksaan diagnostik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain,
dan meninjau literatur yang terkait dengan keadaan pasien.
B. Saran
Semoga
makalah ini dapat dijadikan pembelajaran terhadap mahasiswa untuk lebih memahami
dengan penganamnesis gangguan system
muskuloskeletal yang pada tahap awal saat
pengkajian sebagai pengumpulan data secara objektif agar dapat menentukan
asuhan keperawatan yang tepat pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik
Procedural Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:
Salmeba Medika.
Binarfika, Tri Martiana. 2014. Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal Disorders (Msds) dengan The
Rapid Upper Limbs Assessment (Rula) dan Karakteristik Individu Terhadap Keluhan
Msds. Surabaya: FKM Universitas Airlangga
Darmawan, Agus Citra.dkk. 2005. Pemeriksaan
fisik. Bandung : Rizqi press.
Lukman, Ningsih N. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: Salemba Medika.
Made, I Putu Gede Adiatmika. 2015. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Gangguan
Muskuloskeletal dan Distribusinya Menggunakan Nbm (Nordic Body Map) pada
Anggota Senam Satria Nusantara di Lapangan Nitimandala Renon. Bali:
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Muttaqin,
Arif. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system musculoskeletal.
Jakarata : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin, Arif. 2011. Pengkajian keperawatan aplikasi pada praktik klinik. Jakarta :
Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2013.
Potter, Perry. 2009. Fundamentals of nursing buku 2 ed. 7.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Risnanto, Uswatun I. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah:
Sistem Musculoskeletal. Yogyakarta: Deepublish.
Suratun. 2008. Klien gangguan musculoskeletal: seri asuhan keperawatan. Jakarta:
EGC.